Friday, May 4, 2007

Pasarkan Layanan Perpustakaan Anda dengan Tepat!

Pasarkan Layanan Perpustakaan Anda dengan Tepat! 

oleh: Hendro Wicaksono

Pendahuluan

          Bagi sebagian besar pustakawan di Indonesia, pemanfaatan manajemen pemasaran sudah jamak dilakukan terutama untuk memasarkan produk-produk layanan perpustakaan. Hanya saja, konsep pemasaran baru dilaksanakan secara ala kadarnya, misalnya dengan sekedar membuat dan menyebarkan brosur. Cara tersebut masih sangat sederhana bila  dibandingkan dengan pemasaran produk komersial yang umumnya digarap secara benar-benar serius. Penulis belum pernah melihat terobosan inovatif dalam pemasaran layanan perpustakaan, padahal ada begitu banyak metode dan konsep yang dikembangkan dengan pesat dalam industri pemasaran komersial yang bisa diadopsi untuk kebutuhan perpustakaan.

          Sebaik apapun produk dan layanan perpustakaan, tidak akan ada gunanya bila tidak ada orang yang tahu dan menggunakannya. Karena itu diperlukan sebuah proses yang bernama pemasaran (marketing). Pemasaran adalah ilmu dan seni  mengelola suatu produk dan layanan agar bisa sampai kepada pengguna atau konsumen yang menjadi sasarannya. Disebut sebagai ilmu karena pemasaran menggunakan metode ilmiah dalam penerapannya. Hanya saja, karena kompleksitas aktifitas pemasaran, diperlukan pengalaman dan kreatifitas dalam melakukannya. Mengolah pengalaman dan kreatifitas itulah yang memerlukan seni.   

          Banyak orang berpikir bahwa pemasaran identik dengan kegiatan promosi. Anggapan itu kurang tepat, karena promosi tidak akan banyak gunanya  bila tidak ditetapkan  target penggunanya dan pesan apa yang ingin disampaikan melalui promosi tersebut. Karena itu, strategi merupakan hal yang penting dalam memasarkan layanan perpustakaan.

          Dalam menyusun strategi pemasaran, khususnya di perpustakaan, salah satu  langkah utama adalah menetapkan siapa pengguna potensial perpustakaan. "Know your customer" tidak hanya berlaku untuk organisasi yang berorientasi pada  profit, tetapi juga yang non-profit,  seperti perpustakaan. Dengan mengetahui peta  pengguna potensial layanan perpustakaan, pustakawan bisa merencanakan layanan atau produk yang tepat, atau memilah-milah mana pengguna yang akan diutamakan.

          Ada tiga hal yang perlu diketahui mengenai pengguna potensial perpustakaan. Pertama, tentang kebutuhan informasinya. Dalam hal ini yang dimaksud bukan hanya  subyek apa yang diinginkan, tetapi juga waktu datang ke perpustakaan, jenis informasi  yang diperlukan, dan lain-lain. Kedua, faktor apa saja,  menurut pengguna, yang  merupakan syarat layanan perpustakaan yang ideal, seperti keramahan dan kecepatan respons petugas, ketersediaan informasi, dan lain-lain. Ketiga, layanan dan produk perpustakaan apa saja yang diinginkan oleh pengguna potensial perpustakaan.

          Proses memetakan pengguna perpustakaan disebut segmentasi. Segmentasi membantu pustakawan menyediakan layanan yang tepat untuk dapat memenuhi  beragam kebutuhan pengguna. Ada empat metode untuk melakukan segmentasi yang lazim digunakan di institusi yang berorientasi pada profit:

● Segmentasi geografis, misalnya: berdasarkan daerah/region, pedesaan/perkotaan;

● Segmentasi demografis, misalnya: berdasarkan umur, pekerjaan, kewarganegaraan, agama;

● Segmentasi psikografis. Contoh: kelas sosial dan tipe personalitas.

● Segmentasi tingkah laku, misalnya: intensitas penggunaan produk, loyalitas terhadap merek.

          Meskipun metode segmentasi di atas biasa digunakan untuk institusi yang berorientasi pada profit, institusi non-profit seperti perpustakaan pun bisa menggunakannya. Sebagai contoh:

● Segmentasi geografis, misalnya: berdasarkan lokasi, kota atau gedung yang berbeda;

● Segmentasi demografis, misalnya: berdasarkan fungsi, disiplin ilmu, bahasa;

● Segmentasi psikografis, misalnya: tingkatan manajemen;

● Segmentasi tingkah laku, misalnya: penggunaan layanan, browser yang digunakan.

          Dari ragam metode segmentasi di atas, segmentasi psikografis merupakan salah satu yang populer untuk pemasaran produk komersial di Indonesia. Hal ini menarik karena segmentasi pengguna/konsumen didasarkan pada soft data, seperti nilai yang dianut dan gaya hidup, bukan pada hard data seperti umur, jenis kelamin dan pekerjaan.

          Di lingkungan organisasi non-profit seperti perpustakaan di Indonesia, psikografis masih relatif jarang digunakan. Tulisan ini mencoba mengulas lebih rinci tentang segmentasi psikografis serta bagaimana gambaran implementasinya untuk riset pengguna perpustakaan, agar pustakawan bisa menyediakan layanan yang tepat, sesuai kebutuhan penggunanya.

 

Segmentasi psikografis

          Segmentasi psikografis (selanjutnya disingkat SP) adalah metode pemilahan suatu pasar kedalam segmen-segmen nilai dan gaya hidup (value and lifestyle) yang dianut. Penerapan metode ini didasarkan pada asumsi bahwa dalam lingkungan yang homogen sekalipun, pola aktivitas, konsumsi dan perilaku tiap orang bisa berbeda-beda, tergantung nilai dan gaya hidupnya. SP mencoba mengelompokkan dinamika preferensi dan pilihan konsumen/pengguna berbasiskan kecederungan psikologis.

          Sebagai contoh adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Ilmu Perpustakaan UI angkatan 2005. Meskipun para mahasiswa tersebut merupakan satu angkatan dan kuliah pada jurusan yang sama (homogen), nilai dan gaya hidup yang dianut masing-masing mahasiswa akan mempengaruhi pola kunjungannya ke perpustakaan, misalnya: pola konsumsi, pola kunjungan ke perpustakaan, pola kunjungan ke tempat ibadah, pola belajar, dan lain-lain. Mahasiswa yang aktif  dalam organisasi kemahasiswaan kampus akan mampir ke perpustakaan setiap pagi hari dan bahan yang dibaca pertama kali adalah surat kabar bagian politik dan ekonomi. Lama kunjungan mahasiswa tipe ini tidak lebih dari 1 jam. Di lain pihak, mahasiswa  yang lebih berorientasi studi akan ke perpustakaan setiap sore hari dengan jenis bacaan yang beragam, tetapi kebanyakan yang terkait dengan mata kuliah yang sedang diambil. Lama kunjungan mahasiswa tipe ini dapat lebih dari 2 jam.

          SRI Consulting Business Intelligence (http://www.sric-bi.com/VALS) mencoba membagi konsumen berdasarkan SP ke dalam delapan kategori, yaitu:

1. Innovators

Innovator adalah orang yang sukses, berwawasan luas dengan rasa percaya diri yang tinggi, karena mereka mempunyai sumberdaya yang lebih dari cukup. Mereka memimpin perubahan serta terbuka terhadap ide dan teknologi baru. Innovators merupakan konsumen yang sangat aktif. Pola pembelanjaan mereka mencerminkan cita rasa yang tinggi atau produk dan layanan eksklusif. Citra merupakan hal yang penting bagi innovators, bukan sebagai bukti status atau kekuasaan, melainkan sebagai ekspresi cita rasa, kemandirian dan pribadi. Innovators biasanya merupakan pimpinan bisnis dan pemerintahan yang sedang menanjak karirnya dan gemar mencari tantangan-tantangan baru.

2. Thinkers

Thinkers termotivasi oleh hal-hal yang ideal. Mereka adalah orang-orang yang matang dan reflektif serta menghargai pengetahuan dan rasa tanggungjawab. Mereka biasanya berpendidikan cukup tinggi dan aktif mencari informasi untuk membantu proses pengambilan keputusan. Mereka terus mengikuti perkembangan informasi mengenai berbagai peristiwa dalam lingkup nasional maupun internasional dan terus mencari peluang untuk memperluas pengetahuan mereka. Thinkers cukup respek terhadap institusi status quo, tetapi terbuka akan ide-ide baru. Walaupun pendapatan  mereka lebih dari cukup, thinkers orang yang konservatif dalam berbelanja , dan merupakan konsumen yang praktis. Mereka mencari produk yang tahan lama dan fungsional, serta berharap mendapatkan  nilai lebih dari produk yang mereka beli.

3. Achievers

T ermotivasi oleh keinginan akan pencapaian, achievers mempunyai gaya hidup yang berorientasi tujuan dan komitmen yang kuat terhadap karir dan keluarga. Kehidupan sosial mereka mencerminkan hal ini dan terstruktur antara keluarga, tempat ibadah, dan pekerjaan. Achievers merupakan orang yang konvensional, dan secara politik respek terhadap kekuasaan dan status quo. Mereka menghargai konsensus, sesuatu yang bisa diperhitungkan, keintiman dan pencarian diri, serta lebih menyukai stabilitas dibanding resiko.  Dengan banyak keinginan dan kebutuhan, achievers merupakan konsumen yang aktif. Citra merupakan hal yang penting bagi Achievers. Mereka suka produk dan layanan yang sudah mapan, prestise yang mencerminkan sukses mereka. Karena kehidupannya  yang sibuk, mereka sangat tertarik terhadap alat-alat yang bisa membantu mereka menghemat waktu.

4. Experiencers

Experiencers termotivasi oleh ekspresi diri. Sebagai konsumen yang muda, antusias, dan impulsif, experiencers cepat antusias akan hal-hal baru, tetapi cepat pula merasa   bosan. Mereka mencari variasi dan kesenangan, suka akan hal baru diluar pakem dan mengandung resiko. Energi mereka banyak dihabiskan ditempat-tempat fitnes, olahraga, untuk aktifitas luar ruangan dan aktifitas sosial. Experiencers merupakan konsumen yang royal dan menghabiskan sebagian besar penghasilannya pada fashion, hiburan, dan kegiatan bersosialisasi. Pola pembelanjaan mereka mencerminkan hal-hal yang terlihat bagus dan keren.

5. Believers

Seperti juga thinkers, believers termotivasi oleh hal-hal yang ideal. Mereka konservatif dan konvensional dengan keyakinan yang kongkret berbasiskan pada hal-hal yang tradisional dan mapan seperti: keluarga, agama, komunitas dan negara. Mereka mengikuti rutinitas yang sudah mapan dan terorganisasi disekitar rumah, keluarga, komunitas, dan organisasi sosial dan religius di tempat mereka berada. Sebagai konsumen mereka bisa diprediksi.  Mereka memilih produk dan merek yang sudahdikenal dan secara umum merupakan konsumen yang loyal.

6. Strivers

Strivers kelompok orang yang suka mengikuti mode dan suka hal-hal yang menyenangkan. Karena mereka termotivasi oleh pencapaian, strivers  sangat memperhatikan opini dan persetujuan rek an-rekannya. Uang merupakan ukuran kunci sukses mereka. Mereka menyukai produk-produk yang diasosiasikan sebagai 'produknya orang kaya.' Banyak di antara  mereka melihat diri mereka sendiri sebagai orang yang punya pekerjaan daripada sebagai orang yang merintis karir. Kekurangan skill dan fokus  membuat mereka sulit untuk berkembang. Strivers merupakan konsumen aktif karena aktifitas berbelanja bagi mereka merupakan aktifitas sosial dan kesempatan untuk menunjukkan kepada rekan mereka kemampuan mereka untuk membeli. Sebagai konsumen, mereka impulsif sejauh kondisi keuangan mereka memungkinkan.

7. Makers

Seperti e xperiencers, makers termotivasi oleh mengekspresikan diri. Mereka mengekspresikan diri mereka dan menikmati kehidupan dengan membangun rumah, membesarkan anak-anak, memperbaiki mobil, menanam tumbuhan dan mempunyai cukup skill dan enerji untuk membuat keinginan mereka terpenuhi. Makers adalah orang-orang yang praktis yang mempunyai skill konstruktif dan menghargai diri sendiri. Mereka tinggal dalam konteks tradisional sebuah keluarga, pekerjaan, dan rekreasi fisik, serta kurang berminat terhadap hal-hal diluar itu. Makers curiga terhadap ide-ide baru. Mereka respek terhadap otoritas pemerintah dan buruh yang terorganisasi, tetapi tidak menyukai campur tangan pemerintah terhadap hak-hak individu. Mereka tidak terkesan dengan kepemilikan materi jika tidak praktis dan fungsional, karena mereka menghargai nilai dan fungsional dari suatu kepemilikan. Oleh karenanya,  mereka selalu membeli sesuatu yang memang dibutuhkan dan fungsional.

8. Survivors

Survivors hidup dengan penuh keterbatasan sumberdaya. Mereka sering merasa bahwa hidup berubah terlalu cepat. Mereka merasa nyaman jika menghadapi segala sesuatu yang familiar. Mereka juga sangat memperhatikan keselamatan dan keamanan. Karena mereka harus fokus pada kebutuhan daripada keinginan, survivors tidak menunjukkan motivasi dasar yang kuat. Survivors adalah konsumen yang berhati-hati. Mereka mewakili perkembangan pasar terbaru untuk hampir semua produk dan layanan. Mereka loyal kepada merek favorit, terutama jika mereka bisa membeli dengan diskon.

 

Implementasi di perpustakaan

          Barangkali pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mengimplementasikan SP pada  pengguna perpustakaan. Cara paling mudah adalah dengan melihat penerapannya yang telah dilakukan perpustakaan lain.

          Perpustakaan Nasional Singapura (National Library Board, selanjutnya disebut NLB) pada tahun 2004 pernah melakukan survei "non-user survey & segmentation study". Survei terebut didasari kebutuhan untuk memperbesar kapasitas pembelajaran negara Singapura, agar makin kompetitif dan meningkatkan kemakmuran masyarakat. Perpustakaan umum diposisikan sebagai bagian integral dari infrastruktur pembelajaran nasional, yang secara aktif mendukung Singapura sebagai learning nation. Selain itu NLB punya visi yang lebih ambisius, yaitu membangun sistem perpustakaan kelas dunia yang terjangkau, nyaman, mudah diakses, dan berguna.

          Pertama, NLB mencoba menghitung market share-nya dengan membandingkan target users (pengguna yang menjadi sasaran) dengan non-users (bukan pengguna). Tujuan pemasaran berikutnya adalah untuk memperluas mindshare dan timeshare penggunanya.

          Mindshare adalah keanggotaan aktif dan pemanfaatan perpustakaan. Pada tahun keuangan 2003, NLB telah mempunyai anggota perpustakaan aktif 1.7 juta (0.63 anggota per kapita). Pada tahun 2004 meningkat menjadi 0.97 perkapita. Total kunjungan perpustakaan pada 2003 adalah 34.7 juta (9.1 kunjungan perkapita) dibandingkan 5.5 juta kunjungan pada 1994. Peminjaman buku tumbuh dari 10.1 juta item pada 1994 menjadi 34.8 juta item pada 2003 (9.5 pinjaman perkapita). Kualitas layanan juga meningkat bila dilihat dari perbandingan antara pujian (compliments) dengan dengan keluhan (complaints). Dari 0.3:1 pada 1999 menjadi 17:1 pada 2002. Indeks kepuasan pengguna juga meningkat dari 3.63 pada 1999 menjadi 4.24 pada 2003. Melebihi standar layanan publik Singapura yaitu 4.00.

          Timeshare adalah kemampuan NLB membuat penggunanya lebih banyak  menghabiskan waktu berharganya di perpustakaan daripada menggunakan waktu alternatifnya di luar, seperti menonton film dan berbelanja.

          Meski fakta di lapangan menunjukkan bahwa NLB telah memimpin  pasar untuk layanan perpustakaan dan membaca, perpustakaan tersebut masih merasa belum sepenuhnya memanfaatkan potensi pasar. Untuk itu diperlukan strategi pemasaran yang bisa menjawab tantangan perubahan yang terjadi di masyarakat. Pemasaran tradisional memang berkisar pada penjualan produk fisik dan penerapannya terbatas pada institusi dalam penjualan produknya, sedangkan masa sekarang, pemasaran lebih diarahkan kepada bagaimana sebuah pesan bisa sampai kepada konsumen dan meyakinkan mereka untuk menggunakan sebuah layanan. Dalam konteks layanan publik, setiap warganegara adalah homogen dan konsumen yang setara dalam hak mendapatkan layanan.

          Sebagai sebuah institusi publik, perpustakaan harus menyediakan "sesuatu untuk semua orang" atau bahkan "semua untuk semua orang". Untuk menjawab ini, perpustakaan harus mendefinisikan segmen pengguna/konsumennya terlebih dahulu. Langkah ini untuk memudahkan perpustakaan dalam memahami kebutuhan pengguna dan bagaimana memenuhinya. Oleh karenanya, pada Oktober 2004 NLB memutuskan untuk melakukan "non-user survey & segmentation study" sebagai alat bantu dalam memetakan segmentasi pengguna/konsumen.

          Berikut profil segmen pengguna/konsumen berdasarkan SP dari hasil survei tersebut:

Karakteristik Segmen

Keanggotaan Perpustakaan

Gaya Hidup Membaca

Career minded

Middle age , mempunyai pendidikan sekunder, 73% menikah dan mempunyai anak, menganggap perpustakaan sebagai sumber informasi utama, menganggap perpustakaan sebagai tempat utama bagi anak-anak, membaca hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan lain-lain yang bersifat rekreasi.

79%

70% merupakan pembaca tetap; membaca yang berhubungan dengan pekerjaan dan yang bersifat rekreasi.

Active Info-Seeker

56% pengguna reguler, 25% berkunjung seminggu sekali, punya keinginan yang tinggi untuk mencari informasi, membaca yang terkait dengan pekerjaan, juga yang tidak terkait dengan pekerjaan dan materi-materi untuk self-improvement.

66%

Punya keinginan yang tinggi untuk mencari informasi, membaca yang terkait dengan pekerjaan, juga yang tidak terkait dengan pekerjaan dan materi-materi untuk self-improvement.

Self-supplier

Pembaca reguler dan aktif, 33% lulusan universitas, kompeten bidang TI, pembeli buku, sebagian besar jarang dan merupakan non-user perpustakaan.

77%

Pembaca reguler dan aktif; lebih suka membeli daripada meminjam buku; 54% membaca 1-3 buku/bulan dan 28% membaca 3-5 buku/bulan.

Casual reader

64% merupakan peminjam buku perpustakaan, 78% pengguna reguler, menghabiskan waktu senggangnya dengan melihat TV dan mendengar musik.

84%

78% pembaca reguler; bersikap positif terhadap kegiatan membaca.

Narrow-focused learner

Sebagian besar pelajar, 54% dengan pendidikan tersier (tertiary education), 72% mengombinasikan kunjungan perpustakaan sekalian bertemu dengan teman.

88%

Membaca sebagai bagian dari kurikulum pendidikan

Low motivator

50% minimal berpendidikan tinggi atau politeknik, 56% mengunjungi perpustakaan 2-3 kali/bulan, 17% tidak pernah mengunjungi perpustakaan.

63%

Bersikap sangat tidak positif terhadap kegiatan membaca

Facilitator

Sebagian besar pekerja kerah biru (buruh), ibu rumah tangga, dan pesiunan, 60% wanita, 18% tidak mempunyai pendidikan formal, 37% pendidikan dasar, 53% tidak pernah mengunjungi perpustakaan, menempatkan perpustakaan sebagai tempat ideal untuk anak-anak.

33%

74% adalah non-readers; tidak tertarik dengan pembelajaran yang tidak berhubungan dengan pekerjaan

 

Dari hasil studi SP, NLB kemudian membuat strategi pemasaran perpustakaan, yaitu:

 

Strategi untuk internal dan eksternal

1. Pengembangan Staf

NLB mulai dengan program pengembangan pustakawan dengan memetakan proses pengembangan karir di NLB. Dengan melakukan analisis kebutuhan pelatihan, NLB kemudian mengumpulkan informasi yang relevan bagi pengembangan kompetensi staf.

2. Evaluasi tempat dan positioning

Di samping melakukan transformasi pustakawan, NLB juga memindahkan lokasi  perpustakaan ke tempat yang lebih menarik perhatian, mudah terlihat, mudah diakses, dan terletak ditengah-tengah komunitas penggunanya. Arsitektur gedung baru yang mencerminkan semangat pembelajaran, diharapkan bisa mengubah citra perpustakaan dari tempat yang dingin, tidak menarik dan tidak bersahabat menjadi sebagai tempat yang menyenangkan, 'keren', dan modern. Yang juga tidak kalah penting adalah koleksi harus mutakhir, tingkat ketersediaan tinggi, format beragam, termasuk buku dan majalah best-seller. Dengan visi baru yang ambisius, NLB memposisikan dirinya tidak menjadi distributor buku tetapi mitra dalam perjalanan pembelajaran individu.

 

Strategi teknologi

NLB yakin bahwa teknologi adalah alat bantu yang efektif dan efisien untuk mewujudkan layanan yang prima, bukan malah menjauhkan pengguna dari perpustakaan. Untuk kenyamanan dan penghematan waktu misalnya, NLB sudah memanfaatkan teknologi untuk pengembalian koleksi secara terotomasi menggunakan frekuensi radio, dan layanan self-check. NLB juga menyelenggarakan layanan perpustakaan digital (eLibraryHub), sehingga  perpustakaan bisa diakses setiap warganegara hingga ke ruang tidur, dan mengakses katalog perpustakaan dan konten elektronik lain via internet, kapanpun dan dimanapun.

Kolaborasi dengan media

Media dalam perspektif NLB bukanlah "paparazzi" tetapi mitra utama dalam usaha re-branding   perpustakaan. NLB secara aktif mengajak dan berkolaborasi dengan media dalam banyak program-program besar. Dalam setiap acara kampanye perpustakaan misalnya, media diberi tempat khusus dan terhormat.

Contoh Kuesioner SP

            Survei SP paling sering dilakukan dengan metode kuesioner. Berikut ini beberapa contoh isi pertanyaan kuesioner SP.

1. Saya lebih sering tertarik dengan teori.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

2. Saya suka orang dan benda yang luar biasa.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

3. Saya suka variasi didalam hidup saya.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

4. Saya senang membuat sesuatu yang bisa saya gunakan tiap hari.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

5. Saya mengikuti tren dan fashion terbaru.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

6. Seperti yang dikatakan dalam alkitab, dunia diciptakan dalam 6 hari.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

7. Saya suka berada dalam suatu kelompok.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

8. Saya suka belajar tentang seni, budaya dan sejarah.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

9. Saya sangat tertarik hanya pada sebagian kecil hal.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

10. Saya lebih suka membuat sesuatu daripada membelinya.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

11. Saya berpakaian lebih rapi daripada sebagian besar orang.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

12. Saya memiliki kelebihan dibanding orang lain.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

13. Saya merasa diri saya adalah seorang intelektual.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

14. Saya musti mengakui bahwa saya suka pamer.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

15. Saya suka mencoba hal-hal baru.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

16. Saya sangat tertarik bagaimana benda-benda mekanik seperti mesin, bekerja.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

17. Saya suka berpakaian model terbaru.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

18. Terlalu banyak seks di televisi belakangan ini.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

19. Saya suka memimpin orang lain.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

20. Saya suka melewati setahun atau lebih di daerah pedesaan.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

21. Saya musti mengakui bahwa ketertarikan sempit dan terbatas.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

22. Saya suka membuat benda-benda dari kayu, metal dan ragam material lainnya.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

23. Saya ingin dibilang fashionable.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

24. Saya suka tantangan melakukan sesuatu yang belum pernah saya lakukan sebelumnya.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

25. Saya suka belajar banyak hal meskipun tidak banyak gunanya buat saya.

a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

26. Saya suka membuat sesuatu dengan tangan saya sendiri.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

27. Saya suka melakukan banyak hal yang baru dan berbeda.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

28. Saya suka melihat-lihat di toko otomotif dan pertukangan.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

29. Saya ingin memahami bagaimana bumi ini bekerja.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

30. Saya suka hidup saya hampir sama dari minggu ke minggu.

(a) Sangat Tidak Setuju. (b) Setuju. (c) Tidak Setuju. (d) Sangat Tidak Setuju

 

 

Penutup

          Sudah saatnya perpustakaan menggunakan teknik pemasaran modern yang terbukti sukses dan digunakan di banyak organisasi yang berorientasi kepada profit. Strategi pemasaran yang baik membutuhkan gambaran yang tepat tentang profil konsumen atau penggunanya.

          Segmentasi Psikografis adalah salah satu metode yang banyak digunakan untuk memetakan konsumen/pengguna berdasarkan nilai dan gaya hidup yang dianut. Metode ini bisa digunakan untuk lingkungan institusi non-profit seperti perpustakaan. Perpustakaan Nasional Singapura (NLB) sudah terbukti mampu membuat strategi pemasaran yang lebih baik kepada penggunanya dengan menggunakan metode ini.

          Penulis berharap metode ini bisa diterapkan oleh berbagai institusi perpustakaan di Indonesia sebagai suatu strategi pemasaran yang lebih baik. Dengan demikian, perpustakaan akan bisa memberikan layanan yang tepat untuk penggunanya, dan membangun lingkungan pembelajaran bagi masyarakat.

 

Bibliografi

 

Scammell, A., ed. 1997. Handbook of Special Librarianship and Information Work. London, Aslib,

SRI Consulting Business Intelligence. VALS: psychology of markets, URL: http://www.sric-bi.com/VALS/

 

Varaprasad, N; Johnson Paul and Lena Kua. Gaining Mindshare and Timeshare: Marketing Public Libraries, URL: http://eprints.rclis.org/archive/00004603/01/GainingMindshare&Timeshare_010905_.pdf .      

 

[Hendro Wicaksono adalah pustakawan di Perpustakaan Departemen Pendidikan Nasional].

 

No comments: