Friday, May 4, 2007

Lindungi Aset Perpustakaan Anda dari Bencana dengan Menyiapkan ”Disaster Preparedness Plan”

Lindungi Aset Perpustakaan Anda dari Bencana

dengan Menyiapkan "Disaster Preparedness Plan"

Oleh: B. Mustafa

 

Tidak ada mala petaka yang lebih parah daripada mala petaka yang sama sekali tidak diantisipasi sebelumnya. (There is no greater disaster than not being prepared for a disaster) -- Wim J. Th, National Library of the Netherlands

Hari Ahad, tanggal 26 Desember 2004, sekitar pukul 7 pagi, pada saat banyak orang sedang menikmati suasana liburan, termasuk penulis yang sedang asyik berenang dan bermain air laut bersama keluarga di Pantai Pelabuhan Ratu Sukabumi, gelombang Tsunami memporakporandakan sebagian kawasan di Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Termasuk yang rusak parah dalam bencana hebat tersebut adalah Perpustakaan Daerah Provinsi NAD di Banda Aceh. Sampai beberapa minggu setelah kejadian, kesibukan masih terfokus pada evakuasi dan penyelamatan jiwa manusia. Namun sesungguhnya selain hilangnya ratusan ribu jiwa dan rusaknya semua infrastruktur, ternyata ada pula bentuk kerugian lain yang tidak kalah menyedihkannya, yaitu rusaknya sejumlah besar dokumen penting daerah yang bernilai sejarah  koleksi Perpustakaan Daerah Provinsi NAD.

Setelah keadaan memungkinkan, Pepustakaan Nasional RI  bersama Arsip Nasional RI, Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Badan Pertanahan Nasional melaksanakan upaya pemulihan dokumen (document recovery). Dokumen yang akan diupayakan penyelematannya adalah arsip tanah milik BPN Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Banda Aceh. Pemilihan objek penyelematan didasarkan pada pertimbangan, bahwa koleksi Badan Perpustakaan Daerah Aceh, khususnya koleksi deposit, telah hilang/rusak, demikian juga halnya koleksi Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA). Selain itu, surat tanah merupakan dokumen yang sangat diperlukan untuk pembangunan kembali Aceh, sementara surat tanah yang dimiliki masyarakat pada umumnya telah hilang. Tim gabungan tersebut bekerja sejak tanggal  23 sampai dengan tanggal 27 Februari 2005. Selanjutnya, sekitar 600 boks dokumen milik badan pertanahan   yang rusak parah kemudian dikirim ke Jakarta untuk direstorasi. Sampai saat tulisan ini dibuat, seperempat dari 600 boks itu sudah dikembalikan ke NAD untuk digunakan lagi setelah direstorasi.

Tanggal 4 Juni 2000.  Gempa bumi dengan 7,3 skala Ritcher menghantam kawasan Bengkulu. Banyak bangunan yang rusak berat dan ringan, termasuk Perpustakaan Universitas Bengkulu (UNIB) yang atapnya roboh.  Keesokan harinya, sebelum atap perpustakaan sempat diperbaiki, hujan mengguyur kampus UNIB.  Akibatnya sekitar 2000 eksemplar buku rusak berat terguyur air hujan.

 

Hari Sabtu, 2 Februari 1996.  Banjir hebat melanda kawasan sekitar Jl. Gatot Subroto Jakarta Pusat, lokasi Perpustakaan PDII (Pusat Dokumentasi Informasi Ilmiah). Walau ada beberapa petugas jaga, namun karena hari itu tepat hari libur pegawai dan sarana komunikasi menggunakan HP untuk menghubungi staf PDII belum secanggih dan seumum saat ini, sehingga akibat kekurangan tenaga untuk menyelamatkan buku dari serangan air, maka banyak sekali buku-buku yang terletak di lantai dasar rusak terendam air.  Beberapa ratus eksemplar buku memang masih sempat diselamatkan diangkit ke lantai atas.  Namun sebagian lagi memerlukan perawatan yang serius agar buku-buku berharga itu dapat diselamatkan.

 

Penghujung tahun 1995.  Kebakaran melanda Perpustakaan Universitas Udayana (UNUD) Denpasar.  Sampai saat ini, walau telah mendatangkan ahli forensik dari Surabaya, penyebab bencana ini belum diketahui. Akibatnya ribuan eksemplar buku teks dan rujukan pelajaran mahasiswa UNUD hangus terbakar oleh si jago merah. Angka tepat jumlah dan jenis  buku yang rusak tidak diketahui, karena pihak Perpustakaan UNUD belum pernah melakukan kegiatan stock-opname sebelumnya untuk mengetahui kondisi koleksi mereka.

 

Tahun 1986. Ketika Perpustakaan IPB pindah ke gedung baru di Kampus Darmaga Bogor, dilakukan kegiatan stock-opname total. Dari kegiatan pengecekan koleksi itu, diketahui bahwa sekitar 900 eksemplar buku koleksi perpustakaan telah hilang. Kemungkinan besar diambil secara ilegal oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Terbukti kemudian bahwa sebagian buku-buku yang hilang itu, ditemukan di warung-warung loakan penjual  buku-buku bekas di sekitar emperan Stasiun Kereta Bogor. Walaupun pelaku pencurian buku berusaha menghilangkan jejak pemilikan buku, namun stempel Perpustakaan IPB masih tampak pada buku-buku curian yang dijual dengan harga murah itu. Kejadian seperti ini memang bukan murni bencana, melainkan akibat tindakan tidak bermoral seseorang dan karena terbukanya kesempatan, sehingga terjadinya pencurian, namun tetap berakibat hilangnya aset perpustakaan.

 

Baru-baru ini, seorang siswa di Bekasi nekad membakar sekolahnya karena tidak lulus Ujian Akhir Nasional (UAN) 2006. Hampir saja api membakar habis seluruh bangunan dan fasilitas sekolah, termasuk perpustakaan, jika petugas pemadam kebakaran bekerja sama dengan masyarakat dan guru-guru tidak sigap memadamkan api.

 

Enam ilustrasi diatas menggambarkan sebagian kejadian yang mungkin saja dapat menimpa perpustakaan yang kita kelola.  Pada akhirnya kejadian atau bencana seperti itu akan mengakibatkan kerusakan atau kehilangan aset perpustakaan dan mengancam kelestarian koleksi yang berharga.

 

 

 

 

Indonesia, Negeri dengan Beragam Bencana

Catatan dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, ada 28 wilayah di Indonesia yang dinyatakan rawan gempa dan Tsunami. Belum lagi jenis bencana bentuk lain seperti kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran dan kelaparan, bencana gunung meletus, banjir dan sebagainya. Misalnya bencana gempa bumi rawan terjadi di sepanjang kawasan barat pulau Sumatera; bencana banjir sering terjadi di daerah Jawa Tengah; kekeringan kerap melanda di Nusa Tenggara Timur atau ancaman bencana gunung meletus pada beberapa gunung yang masih aktif di Indonesia.  Bahkan Ibukota Jakarta, lokasi dimana Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas)  berada, yang menampung banyak koleksi dokumen dan literatur penting yang tidak ternilai bagi pelestarian khsanah budaya bangsa,  tercatat sebagai kawasan yang paling sering terjadi bencana kebakaran. Suharjono, seorang pemerhati masalah perkotaan, mengutip data paling mutakhir yang didapat,  di DKI rata-rata terjadi 653 kebakaran setiap tahun.  Ini berarti setiap hari di DKI rata-rata terjadi lebih dari satu kali kebakaran.

 

Kita amati betapa beragam bentuk bencana bertubi-tubi secara beruntun menimpa negeri tercinta akhir-akhir ini.  Masih segar dalam ingatan kita gempa tektonik dengan 5,9 skala Ritcher yang memporakporandakan kehidupan sebagian masyarakat di kawasan Jawa Tengah dan Yogyakarta. Bahkan di daerah Yogyakarta dan sekitarnya, di tengah-tengah musibah gempa bumi itu, masyarakat masih dihantui oleh ancaman ledakan Gunung Merapi.

 

Pada waktu yang hampir bersamaan ada banjir bandang di daerah Sulawesi Selatan dan Gorontalo, serta sebagian kawasan di Kalimantan, luapan lumpur panas di Porong Sidoarjo Jawa Timur, kemudian gempa bumi dengan skala kecil menakutkan masyarakat Lampung, serta berbagai bencana yang silih berganti menerpa bumi pertiwi.  Pada musim kemarau kejadian kebakaran sangat sering terjadi di Indonesia, bahkan di tengah-tengah kota besar.

 

Belum lagi akhir-akhir ini begitu sering terjadi huru-hara dan kerusuhan, termasuk adanya ledakan bom. Semua bencana itu jika menimpa perpustakaan berpotensi untuk merusak aset yang ada di perpustakaan dan kemungkinan akan mengancam pelestarian budaya bangsa.

 

Kerusakan Aset Perpustakaan

Dalam konteks pembahasan tulisan ini, bencana alam atau kejadian tersebut akan ditinjau dari segi kerusakan dan penyelamatan terhadap aset perpustakaan untuk menghidari ancaman tehadap pelestarian budaya bangsa yang sudah terekam dan tercatat.  Seperti diketahui bersama, aset perpustakaan yang paling utama adalah koleksi dokumen dan informasi yang dimiliki perpustakaan.  Selain koleksi dokumen dan informasi, perpustakaan tentu saja menyimpan aset lain seperti barang-barang inventaris, hardware, software bahkan data.  Namun tentu saja yang paling utama adalah jiwa manusia atau petugas perpustakaan dan para pengguna yang sedang memanfaatkan layanan perpustakaan.

 

Ditinjau dari kerusakan aset perpustakaan, terutama hilang atau hancurnya aset utama perpustakaan berupa koleksi dokumen, ada aset yang mudah digantikan, ada aset yang sulit digantikan dan ada pula yang tidak mungkin tergantikan lagi. Ini berarti semata-mata jumlah dokumen yang hilang atau rusak bukanlah ukuran besarnya bencana yang menimpa aset perpustakaan. Hilang atau rusaknya buku dalam jumlah banyak tetapi mudah digantikan, "masih lebih baik" dari pada jumlah yang hilang atau rusak berat hanya satu dokumen, tetapi dokumen itu tidak mungkin tergantikan lagi.

 

Pada kebakaran yang menimpa Perpustakaan UNUD.   Hampir semua koleksi yang terbakar masih dapat digantikan lagi dengan dokumen sama yang lebih baru.  Dalam waktu tidak lama setelah kejadian, berkat bantuan berbagai pihak, mahasiswa dapat kembali belajar seperti semula sebelum terjadi kebakaran tanpa gangguan yang berarti. Jadi tidak semua kerusakan atau kehilangan koleksi perpustakaan adalah bencana. Demikian pula halnya bencana kehilangan buku yang terjadi di Perpustakaan IPB Bogor dan hancurnya sebagian koleksi Perpustakaan UNIB karena terguyur hujan. Namun pada bencana Tsunami yang menghancurkan sebagian koleksi arsip dan dokumen daerah NAD di Perpustakaan Daerah Provinsi NAD, banyak dokumen dan arsip yang rusak berat dan sangat sulit direstorasi dengan baik, sedangkan dokumen itu sangat diperlukan dan tidak dapat tergantikan lagi. Masyarakat provinsi NAD khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya tentu kehilangan informasi penting yang tidak tergantikan. Jika perpustakaan kehilangan satu buku saja, karena dicuri oleh seseorang, dan buku itu sangat berharga dan sangat sulit atau tidak mungkin tergantikan lagi, maka kejadian ini sesungguhnya dapat dikategorikan sebagai bencana bagi perpustakaan dan masyarakat. Di luar negeri, beberapa aset perpustakaan sudah mulai diasuransikan.  Cara seperti ini tentu saja suatu saat dapat pula diterapkan di Indonesia. Walaupun, seperti dibahas diatas, ada aset tertentu di perpustakaan yang tidak mungkin dapat digantikan oleh pihak asuransi dalam bentuk yang persis sama dengan aset yang rusak tersebut.

 

Bencana kebakaran

Beragam bencana dan peristiwa yang dapat terjadi di perpustakaan.   Sebut misalnya bencana kebakaran, banjir, gempa bumi, gunung meletus, kerusuhan, ledakan bom atau sekedar ancaman bom. Namun yang akan dibahas secara rinci dalam tulisan ini adalah bencana kebakaran. Hal ini karena bencana kebakaranlah yang paling potensial dapat melanda hampir semua jenis perpustakaan, dimana pun berada, bagaimanapun ukuran gedung dan koleksinya. Selain itu, bencana kebakaran akan mengakibatkan kerusakan dokumen yang sangat parah dibandingkan dengan bentuk bencana lain.

 

Bencana kebakaran adalah bencana yang paling potensial mungkin terjadi pada perpustakaan. Kebakaran, menurut Dinas Kebakaran Pemda Provinsi DKI, adalah suatu peristiwa terjadinya pembakaran yang sifatnya selalu merugikan dan sulit untuk dikendalikan. Sekecil apapun bila terjadi api yang merugikan dapat dikategorikan sebagai kebakaran. Oleh karena itu mencegah kebakaran adalah suatu hal yang penting dari pada usaha memadamkannya.

 

Dalam teknik tentang penanggulangan bahaya kebakaran dikenal istilah segitiga api. Segitiga api adalah unsur yang perlu ada untuk terjadinya kebakaran.  Unsur segitiga api adalah: bahan yang mudah terbakar, oksigen dan udara panas. Ketiga unsur ini harus ada untuk terjadinya kebakaran. Salah satu unsur tidak ada, maka kebakaran tidak akan terjadi.

 

Berikut antara lain beberapa penyebab terjadinya bencana kebakaran di perpustakaan:

  • Hubungan pendek arus pada instalasi listrik dalam suatu bangunan.
  • Sambaran petir yang mengenai bahan mudah terbakar.
  • Gempa bumi dapat menjadi sebab awal terjadinya kobaran api.
  • Keteledoran orang, baik pengguna perpustakaan maupun petugas perpustakaan.
  • Karena kesengajaan atau sabotase seseorang karena berbagai sebab.
  • Karena adanya kompor, tabung gas atau bahkan tabung dispenser yang meledak.
  • Dan sebagainya.

 

Bencana kebakaran sangat berkaitan dengan kondisi bangunan, isi yaitu bahan atau peralatan yang ada dalam bangunan, serta kegiatan yang terjadi dalam bangunan tersebut.  Bangunan menurut fungsinya dikelompokkan menjadi:

  1. Bangunan umum dan perkantoran (termasuk bangunan perpustakaan)
  2. Bangunan industri
  3. Bangunan campuran

 

Khusus untuk daerah ibukota berdasarkan PERDA DKI No. 3 tahun 1992, bangunan menurut tingginya dibagi menjadi tiga kelompok:

  1. Bangunan rendah, yaitu bangunan yang memiliki ketinggian sampai dengan 14 meter.
  2. Bangunan menengah, yaitu bangunan yang memiliki ketinggian lebih dari 14 meter sampai 40 meter.
  3. Bangunan tinggi, yaitu bangunan yang memiliki ketinggian melebihi 40 meter.

 

Potensi bahaya kebakaran di masing-masing peruntukan bangunan memiliki ancaman bahaya yang berbeda-beda. Sedangkan tingkat ancaman bahaya kebakaran dapat dibedakan menjadi:

  1. Bahaya kebakaran ringan, jika kebakaran misalnya terjadi pada gedung-gedung perkantoran umum termasuk perpustakaan.
  2. Bahaya kebakaran sedang, jika kebakaran terjadi pada gedung-gedung pabrik, terutama pabrik yang menyimpan bahan-bahan mudah terbakar dalam jumlah banyak.
  3. Bahaya kebakaran berat, jika kebakaran terjadi pada kilang-kilang atau pertambangan minyak, karena memang pada lokasi ini terdapat bahan sangat mudah terbakar dalam jumlah yang sangat banyak.

 

Tingkat ancaman bahaya kebakaran perlu diketahui dan ditentukan sebelumnya untuk menjadi dasar perencanaan sistem proteksi kebakaran.  Pengetahuan ini penting agar supaya bila terjadi kebakaran dapat diantisipasi oleh sistem sehingga kerugian dapat ditekan seminimal mungkin. Namun dari semua sistem keamanan, prioritas selalu difokuskan kepada keselamatan manusia.

 

Problema yang dihadapi pada bangunan-bangunan tinggi atau perpustakaan besar dan bertingkat pada saat terjadi kebakaran adalah:

  1. Terdapat banyak orang, baik petugas maupun pengguna perpustakaan yang sedang mencari informasi atau sedang belajar.
  2. Padat teknologi. Biasanya pada perpustakaan modern, banyak digunakan peralatan yang modern, terutama peralatan elektronik.
  3. Potensi bahaya tinggi.   Hal ini dapat menyangkut sambaran petir, gempa bumi, kebakaran, terperangkap di dalam lift dsb.
  4. Fenomena ancaman bom.   Biasanya bangunan besar menjadi sasaran ancaman bom oleh pelaku teror.

 

 

 

Penyiapan bangunan menghadapi bahaya kebakaran

 

Agar kerugian dapat ditekan seminimal mungkin, perlu dilakukan persiapan menghadapi bencana, terutama terhadap bencana kebakaran.  Potensi ancaman kebakaran, didasarkan pada fenomena segi tiga api (bahan mudah terbakar, oksigen dan udara panas) seperti telah disinggung sebelumnya.  Untuk itu ada yang dikenal sebagai sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif.

 

  1. Sistem proteksi aktif, meliputi penyediaan alat pemadam api ringan (APAR), alarm kebakaran otomatis, instalasi hidran kebakaran, instalasi pemercik air atau springkle.
  2. Sistem proteksi pasif, meliputi pembuatan kompartemensi (dinding-dinding atau sekat tahan api), tempat berhimpun (master point atau refugee-floor), isolasi zona kebakaran, sistem evakuasi manusia (kemana meloloskan diri dan bagaimana caranya)

 

Agar sistem kontrol terhadap bencana kebakaran, perlu diterapkan m anajemen keselamatan kebakaran, yaitu meliputi:

  • Penyiapan tenaga BALAKAR (Barisan Sukarela Kebakaran)
  • Pemeliharaan peralatan pemadam kebakaran
  • Pemeriksaaan secara rutin dan berkala terhadap semua peralatan pemadam kebakaran
  • Latihan pemadaman kebakaran dan latihan proses evakuasi.

 

Sesungguhnya di negara-negara maju, keterlibatan dinas kebakaran dalam pengendalian kebakaran bangunan sangat proaktif. Namun di Indonesia, hal ini belum menjadi peraturan.   Di negara maju, dinas pemadam kebakaran sudah dilibatkan dalam:

a.      Pengendalian pada bangunan baru:

·          Tahap perencanaan bangunan (Saat pengajuan IMB)

·          Tahap pelaksanaan bangunan (Apakah sesuai IMB)

·          Tahap penggunaan bangunan (Uji coba peralatan)

 

b.      Pengendalian pada bangunan lama:

·          Program pemeriksaaan kondisi dan peralatan keselamatan secara berkala dan rutin

·          Pemeriksaan sewaktu-waktu untuk memeriksa kesigapan.

 

 

Rencana tertulis persiapan menghadapi bencana di perpustakaan

 

Perpustakaan perlu membuat semacam perencanaan tertulis mengenai kesiapan menghadapi berbagai macam bencana, terutama bencana kebakaran. Rencana tertulis kesiapan menghadapi bencana itu dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Disaster Preparedness Plan (Perencanaan Menghadapi Bencana).

 

Tujuan rencana tertulis menghadapi bencana adalah untuk memelihara kontrol sebesar-besarnya  pada saat terjadinya bencana. Rencana tertulis seperti itu sesungguhnya mempunyai pula efek pencegahan karena akan mendorong orang-orang selalu ingat akan keselamatan dan keamanan.

 

Panduan tertulis yang disusun secara sistematis memungkinkan kita bertindak efisien dan cepat terhadap bencana, meminimalkan bahaya terhadap jiwa, kerusakan pada koleksi dan bangunan serta infrastruktur.  Rencana seperti itu harus pula mencakup tindakan preventif dan pemulihan selain tindakan responsif kuratif.  Panduan itu harus memuat langkah-langkah jika terjadi bencana serta petunjuk tentang bantuan dan kebutuhan yang diperlukan. Sesungguhnya keberadaan panduan tertulis itu, tidak serta-merta membuat kita aman.  Dalam kondisi panik dan kacau, prosedur dan petunjuk-petunjuk sering terlupakan. Karena itulah sangat diperlukan latihan secara berkala, untuk membiasakan diri tetap bertindak efektif sesuai dengan standar prosedur yang ada pada panduan dalam kondisi panik dan kacau sekalipun.

 

Informasi lengkap mengenai bagaimana membuat dan rincian panduan Disaster Preparedness Plan dapat dengan mudah ditelusur dan didownload melalui mesin pencari di internet, misalnya melalui Google, menggunakan frase Disaster Preparedness Plan. Penelusuran dapat dipertajam dengan menambahkan istilah "library". Beragam panduan menghadapi berbagai macam bencana dengan lengkap diuraikan. Ada informasi tentang persiapan menghadapi bencana pada umumnya, ada rencana atau panduan menghadapi beragam bencana yang mungkin terjadi di perpustakaan. Mulai dari fase sebelum terjadi bencana, saat terjadi bencana hingga tahap pemulihan setelah terjadinya bencana.

 

Perencanaan menghadapi bencana terdiri atas beberapa fase:

  1. Prevention atau pencegahan. Ini mencakup berbagai kegiatan prosedur atau peralatan yang dipersiapkan untuk mencegah terjadinya bencana kebakaran. Misalnya himbauan-himbauan kepada semua orang agar tidak membuang puntung rokok secara sembarang.
  2. Preparedness atau persiapan menghadapi jika terjadi bencana. Ini menyangkut berbagai kegiatan atau program dan sistem yang diterapkan sebelum terjadi keadaan darurat, tetapi secara rutin dan berkala latihan dilakukan seakan-akan sudah terjadi kebakaran. Masih ingat film "Kindergarden Cop" yang diperankan oleh  Arnold Schwarzenegger,  seorang detektif yang menyamar sebagai guru TK. Sang Polisi/Guru suatu hari memimpin anak-anak TK melakukan latihan evakuasi dari bencana kebakaran. Suatu saat bencana kebakaran benar-benar terjadi, yang disebabkan oleh seorang penjahat yang memang sudah lama dikejar-kejar oleh Arnold.  Berkat latihan yang pernah dilakukan semua anak TK dapat terselamatkan dengan baik.
  3. Response .  Ini menyangkut aktifitas yang sesungguhnya dilakukan jika benar-benar sudah terjadi bencana kebakaran.  Misalnya segera menghubungi pihak-pihak tertentu.  Dinas pemadam kebakaran, polisi, pihak jajaran pimpinan, penanggungjawab unit-unit tertentu di sekitar lokasi bencana kebakaran, dsb.
  4. Recovery atau pemulihan kembali.  Ini mencakup kegiatan atau bantuan jangka panjang untuk memulihkan kembali sistem yang lumpuh atau terganggu akibat adanya bencana kebakaran.  Misalnya membangun kembali bagian-bagian gedung yang rusak, memperbaiki dokumen atau sistem yang rusak, menyalin kembali atau mengedit data yang rusak atau menginput ulang data yang hilang, mengadakan peralatan pengganti dsb.

 

Beberapa hal yang perlu dimasukkan dalam rencana persiapan menghadapi bencana kebakaran mencakup:

  • Membuat daftar alamat dan nomor telpon orang-orang atau pihak-pihak tertentu yang perlu dikontak jika terjadi bencana, baik internal maupun eksternal, misalnya kantor dinas pemadamam kebakaran, polisi, gangguan listrik dan sebagainya.
  • Membuat daftar alamat dan nomor telpon pemasok bahan dan alat yang diperlukan.
  • Membuat daftar item prioritas yang ada dalam koleksi yang perlu segera diselamatkan.
  • Membuat panduan atau petunjuk dan instruksi serta peta evakuasi dan membebaskan diri dari bencana bagi orang-orang yang ada dalam gedung. Instruksi dan peta evakuasi ini perlu dipajang secara jelas, agar setiap orang yang ada dalam perpustakaan mudah membacanya.
  • Membuat peta petunjuk rute meloloskan diri dari bencana.
  • Penyediaan tangga darurat, sebaiknya di sisi bagian sebelah luar gedung.
  • Menyediakan fasilitas pemadam kebakaran, yang secara rutin diperiksa kesiapan fungsinya.
  • Membuat petunjuk dan instruksi kepada staf yang akan melakukan kegiatan mengendalikan bencana kebakaran.
  • Membuat prosedur sistem darurat.
  • Ada tanggungjawab bertingkat dari level atas sampai ke bawah
  • Ada kerjasama antar unit atau instansi
  • Analisis resiko mendasari pengembangan perencanaan bencana.
  • Secara berkala ada pelatihan.
  • Ada anggaran yang tetap.
  • Semua orang yang terlibat harus profesional
  • Pihak legislatif atau penentu kebijakan terutama anggaran perlu selalu mengawasi sistem.
  • Prioritas pertama adalah keselamatan jiwa manusia. Bangunan atau barang berharga lainnya nomor dua.
  • Dan sebagainya.

 

Kesalahan yang selama ini sering terjadi dalam menyusun rencana penanggulangan bencana adalah:

·          Perencanaan menghadapi bencana biasanya hanya diserahkan pada unit tertentu (unit pemeliharaan saja), padahal tanggungjawab mengenai hal ini seharusnya dipikul oleh semua unit.  Akibatnya unit-unit lain yang tidak merasa bertanggungjawab langsung merasa acuh tak acuh saja pada tugas penting ini, karena merasa bukan tanggungjawab mereka.

·          Tanggungjawab terhadap tugas ini biasanya hanya diserahkan pada staf yang sebenarnya kurang kompeten, karena jarang atau tidak pernah mengikuti latihan khusus.

 

 

Peranan Perpustakaan Nasional RI

 

Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas), seperti yang dikutip dari situs resminya di www.pnri.go.id, mempunyai visi: " Pemberdayaan potensi perpustakaan dalam meningkatkan kualitas kehidupan bangsa." Sedangkan salah satu misinya adalah: "Melestarikan bahan pustaka (karya cetak dan karya rekam) sebagai hasil budaya bangsa", dan salah satu wewenangnya adalah: "Merumuskan dan melaksanakan kebijakan pelestarian pustaka budaya bangsa dalam mewujudkan koleksi deposit nasional dan pemanfaatannya." Untuk melaksanakan visi, misi dan wewenang itu, berbagai cara dapat dilakukan Perpusnas. Seperti yang telah dilakukan selama ini, yaitu menjadi pusat deposit bagi karya-tulis dan karya rekam bangsa; sebagai pusat preservasi dan konservasi khasanah bangsa.  Namun Perpusnas dapat pula berperan proaktif dalam menyusun pedoman sistem penanggulangan bencana.  Perpusnas dapat membuat pedoman dan standar perencanaan penanggulangan bencana.  Pedoman tersebut, selain dapat diterapkan secara efektif dan efisien untuk kondisi Perpusnas, tentu saja harus berlaku secara umum. Namun masing-masing perpustakaan yang ingin mengadopsinya dapat melakukan penyesuaian lokal seperlunya. Semua ini pada akhirnya bertujuan melindungi dan menjaga kelestarian seluruh khasanah kekayaan budaya bangsa Indonesia.

 

Pelestarian khasanah budaya bangsa memang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Perpusnas dapat membuat program kegiatan yang mendorong masyarakat lebih banyak menulis mengenai seluruh aspek budaya bangsa untuk didokumentasikan.  Perpusnas dapat melakukan kegiatan untuk lebih menyebar-luaskan informasi dan literatur mengenai semua aspek budaya bangsa, serta berbagai program kegiatan lain yang dapat membuat seluruh lapisan masyarakat sadar, mengetahui dan tidak asing dengan informasi seluruh aspek budaya bangsa. Tentu saja Perpusnas tidak dapat bekerja sendiri. Perpusnas harus selalu menjalin sinerji dengan berbagai pihak dan komponen masyarakat, termasuk tentu saja dengan lembaga-lembaga terkait, khususnya perpustakaan di daerah-daerah. Namun program kegiatan yang tidak kalah pentingnya dan sama sekali tidak dapat dilupakan adalah tindakan menjaga khasanah budaya bangsa yang sudah terekam dan sudah tersimpan sebagai koleksi di Perpusnas dan di seluruh lembaga yang bertugas menyimpan dan mengoleksi dokumen dan informasi budaya bangsa di seluruh Indonesia. Salah satu caranya, seperti yang sudah diuraikan diatas, adalah melakukan usaha preventif untuk mencegah sedini mungkin dan secara efektif meminimalkan kehilangan aset budaya bangsa yang diakibatkan oleh bencana. Oleh karena masalah perencanaan tertulis tindakan persiapan pencegahan dan penanggulangan kerugian akibat adanya bencana seperti ini ini masih sangat kurang mendapat perhatian selama ini. Untuk itu pembuatan dan sosialisasi rencana tertulis tata-cara penanggulangan bencana di perpustakaan yang dapat mengakibatkan kerugian materil dan jiwa perlu segera dilakukan.  Perpusnas perlu membuat panduan tertulis tentang rencana penanggulangan bencana, yang dikenal dengan istilah Disaster Preparedness Plan, khusus untuk perpustakaan.

 

Mengutip pernyataan Wim J. Th., bahwa jika tulisan ini tidak meyakinkan Anda tentang pentingnya membuat perencanaan persiapan menghadapi bencana, kutipan pada awal tulisan ini perlu Anda camkan. Moga-moga pesan moral itu dapat menyadarkan kita akan  pentingnya program perencanaan dan kesiapan menghadapi bencana, sebagai salah satu cara melestarikan khasanah budaya bangsa.

 

 

Bahan Bacaan

 

Dinas Kebakaran Provinsi DKI. Potensi kebakaran di tempat kerja. Makalah dalam seminar "Disaster Preparedness Plan for Library", diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, 12 Desember 2005.

Hananto, Nugroho D. Indonesia, untaian zamrud di khatulistiwa yang rawan bencana. Makalah dalam seminar "Disaster Preparedness Plan for Library", diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, 12 Desember 2005.

Nadapdap, Huala. Introduction to HSE management system implementation to oil and gas industry. Makalah Workshop Setengah Hari "Lindungi diri Anda dan lingkungan kerja dengan aplikasi HSE (K3LL) secara tepat dan sinambung". Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH), Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB dan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor, 29 Juni 2006.

Ogden, Sherelyn. Protection from loss: water and fire damage, biological agens, theft and vandalism. Section 3, Leaflet 1. Technical Leaflet. Emergency Management. Northeast Document Conservation Center. Andover. [www.nedcc.org/plam3/ tleaf31.htm. Diakses tanggal 6 Juli 2006].

Pusat Data Analisis Tempo. Indonesia rawan bencana. [www.pdat.co.id/hg/political_pdat/ 2006/06/19/pol.20060619-01.id.html. Diakses tanggal 13 Juli 2006].

Puslit Geoteknologi-LIPI.  Sumatra rawan bencana. Brosur.

Suharjono, Haris. Mengantisipasi kebakaran di Jakarta. Harian Kompas, Rabu 4 Desember 2002. [www.kompas.com/kompas-cetak/0212/04/metro/40422.htm. Diakses tanggal 13 Juli 2006].

Suradji, Devy. Sistem manajemen kesehatan keselamatan kerja dan lindungan lingkungan. Makalah Workshop Setengah Hari "Lindungi diri Anda dan lingkungan kerja dengan aplikasi HSE (K3LL) secara tepat dan sinambung". Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH), Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB dan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor, 29 Juni 2006.

Wim J. Th. The Important of socialization of Disaster Preparedness Planning. Makalah Seminar Disaster Preparedness Plan for Library, Perpustakan Nasional RI, Jakarta, 12 Desember 2005. Smit Conservation Consultant, Koninkklijke Bibliotheek, National Library of the Netherlands.

 

 

Penulis berterima-kasih kepada Dra. Tutty Ningsih, SIP,  Kasubag Pembinaan Koleksi UPT Perpustakaan Universitas Bengkulu, Drs. Putu Suhartika, M.Si, Kepala Perpustakaan Universitas Udayana dan Ana Soraya, MA dari Perpusnas, Zurniaty Nasrul, MA pustakawan senior di PDII, sebagai nara-sumber informasi mengenai bencana yang pernah menimpa perpustakaan di Indonesia.

 

 

Bacaan tambahan anjuran

 

Anderson, Hazel, and John E. McIntyre .1985. Planning Manual for Disaster Control in Scottish Libraries & Record Offices. Edinburgh: National Library of Scotland

Buchanan, Sally A. 1988. Disaster Planning: Preparedness and Recovery for Libraries and Archives -- A RAMP Study with Guidelines. Paris : UNESCO

Drewes, Jeanne. "Computers: Planning for Disaster." Law Library Journal 81 (Winter 1989): 103-116.

Fortson, Judith. 1992. Disaster Planning and Recovery: A How-To-Do-It Manual for Librarians and Archivists. How-To-Do-It Manuals for Libraries, No. 21. New York: Neal-Schuman

Kahn, Miriam B. 1998. Disaster Response and Planning for Libraries.  Chicago: American Library Association

Morris, John.1979. Managing the Library Fire Risk. 2nd ed. Berkeley: Univ. of California

New York University Libraries Preservation Committee. 1984. Disaster Plan Workbook. New York: NYU Libraries

Trinkley, Michael.1993. Can You Stand the Heat? A Fire Safety Primer for Libraries, Archives and Museums. Atlanta, GA: Southeastern Library Network

 

[ B. Mustafa adalah Staf Perpustakaan Institut Pertanian Bogor

email: mus@ipb.ac.id  dan  mustafa_smada@yahoo.com]

 

No comments: