Friday, May 4, 2007

Pengantar Redaksi

Pengantar Redaksi

 

Memasuki  tahun 2007, penerbitan majalah Visi Pustaka  diawali dengan nomor  perdana untuk Vol 9. Hal ini berarti bahwa  perjalanan majalah Visi Pustaka sudah berlangsung 8 tahun  sejak pertama kali diterbitkan. Ada beberapa hal yang patut dicatat selama perjalanan hidup majalah ini.

 

Sebagai terbitan sebuah lembaga, perjalanan Visi Pustaka tidak dapat dilepaskan dari perjalanan sejarah lembaga yang menerbitkannya. Pada awalnya majalah ini diterbitkan sebagai buletin dan diharapkan menjadi sarana komunikasi antarperpustakaan, sebagaimana yang dinyatakan dalam subjudulnya, yaitu: Buletin jaringan informasi antar perpustakaan.  Dalam Pengantar Redaksi pada terbitan perdananya dijelaskan bahwa Visi Pustaka merupakan metamorfosa dari Buletin Jarindo – Jaringan Informasi, Dokumentasi dan Kerja Sama Perpustakaan – yang diterbitkan oleh SubDit Kerja Sama Perpustakaan, Direktorat Pengembangan Tenaga dan Kerja Sama Perpustakaan.  Buletin Jarindo berhenti terbit sejalan dengan terjadinya perubahan struktur organisasi  Perpustakaan Nasional.

 

Berdasarkan SK Kaperpusnas No. 3 Tahun 2001 Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,  tugas dan fungsi pengelolaan kerja sama perpustakaan dialihkan kepada SubBid Kerja Sama Perpustakaan, Bidang Kerja Sama Perpustakaan dan Otomasi yang berada di bawah Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi. Dengan adanya perubahan struktur organisasi tersebut, maka Bidang Kerja Sama Perpustakaan dan Otomasi menerbitkan Visi Pustaka..

 

Visi Pustaka terbit  setiap semester, diawali dengan Vol. I no.1 yang terbit pada bulan Oktober 1999. Pada awalnya, isi Visi Pustaka terdiri atas berbagai rubrik, seperti: Dari Redaksi, Liputan, Kunjungan, Opini, Fokus, Artikel, dan Kerja sama (memuat berita tentang kegiatan kerja sama Perpustakaan Nasional dengan berbagai pihak). Dengan demikian, Visi Pustaka memuat tulisan dalam bentuk yang bervariasi, mulai berita, opini,  laporan kegiatan , artikel, dsb.

 

Sejak tahun ke-4, Visi Pustaka mengalami perubahan dari bulletin yang berfungsi sebagai media komunikasi jaringan kerja sama perpustakaan menjadi majalah semi ilmiah di bidang perpustakaan yang diharapkan dapat mengisi kebutuhan para pengelola perpustakaan anggota jaringan kerja sama perpustakaan akan informasi yang dapat meningkatkan pengetahuannya tentang  berbagai aspek perpustakaan. Sehubungan dengan perubahan tujuannya, Visi Pustaka tidak lagi memuat berita dan tulisan yang bersifat laporan kegiatan dan hanya memuat tulisan yang mengandung  nilai ilmiah. Perlu diketahui bahwa tulisan yang dimuat tidak selalu mewakili pemikiran/pandangan  Redaksi ataupun Perpustakaan Nasional sebagai lembaga yang menerbitkan. Satu-satunya rubrik yang masih dipertahankan adalah Tips, asuhan B. Mustafa, yang memuat kiat-kiat praktis dalam memanfaatkan perangkat lunak ISIS. Pertimbangannya dalah, ISIS  dalam berbagai versinya, di antaranya Winisis, sebagai  masih banyak  digunakan dan dikembangkan oleh perpustakaan-perpustakaan di Indonesia.

 

 

Dimulai dengan tahun ke-9, kala terbit Visi Pustaka akan ditingkatkan dari 2 kali menjadi 3 kali dalam setahun, terbit setiap catur wulan. Dalam nomor perdana tahun ke-9 ini, redaksi Visi Pustaka memuat 6 tulisan pilihan redaksi dengan topik yang bervariasi. Sajian utama nomor ini adalah tulisan B. Mustafa tentang perlunya setiap perpustakaan membuat rencana untuk menghadai berbagai bencana yang dapat menimpa perpustakaan. Tulisan Dian Wulandari tentang bagaimana seharusnya  pustakawan di perpustakaan perguruan tinggi  melaksanakan fungsi pendidik.  Tulisan Eka Wardani mengupas pelaksanaan fungsi perpustakaan, terutama perpustakaan umum, sebagai sarana pembelajaran seumur hidup bagi masyarakat. Tak kalah menariknya adalah tulisan Hendro Wicaksono yang mengusulkan penerapan metode Segmentasi Psikografis dalam pemasaran produk-produk perpustakaan. Dalam hal ini Hendro memberikan contoh penerapan metode tersebut oleh National Library Board di Singapore. Visi Pustaka nomor ini juga memuat laporan penelitian tentang tanggapan pengguna perpustakaan tentang kegiatan promosi, sebuah studi kasus di Perpustakaan Umum Jakarta Selatan, yang dilaksanakan oleh Ilham Prisgunanto dan Siti Anisah. Sebagaimana biasanya, sajian ditutup dengan rubrik tips tentang  implementasi Winisis di perpustakaan asuhan B. Mustafa.

 

Salam Redaksi

 

DESAIN RUANG PERPUSTAKAAN

DESAIN RUANG PERPUSTAKAAN

Oleh : Wanda Listiani dan Novalinda

 

Kenyamanan ruang bagi pengguna perpustakaan merupakan hal yang sangat menunjang kegiatan membaca maupun kegiatan yang lainnya. Untuk itu, pustakawan atau pengelola perpustakaan berkewajiban mendesain ruang perpustakaan senyaman dan sesehat mungkin. Pengetahuan dan pemahaman mengenai ruang menjadi penting bagi pustakawan dan pengelola perpustakaan agar mereka mampu  menarik pengunjung sebanyak mungkin dan membuat mereka betah berlama-lama berada di perpustakaan. Saat ini, beberapa perpustakaan umum yang ada di daerah maupun perguruan tinggi masih belum memenuhi persyaratan desain ruang yang 'layak'.

Berikut beberapa konsep perencanaan perpustakaan dan contoh kasus desain ruang yang ada di  perpustakaan :

 

Sistem layanan

Sistem layanan sebuah perpustakaan berkaitan erat dengan perawatan koleksi yang harus dilakukan. Pada sistem pola terbuka misalnya, pengunjung dapat dengan bebas memilih atau mencari buku yang ingin dibacanya tanpa bantuan atau dengan bantuan pustakawan Layanan perpustakaan seperti ini disebut layanan terbuka. Kelemahan dari layanan ini adalah buku mudah rusak, dicuri/diambil orang atau sulit ditemukan kembali. Kesulitan penemuan buku ini terjadi karena biasanya pengunjung tidak menyimpan buku yang sudah dibacanya ke tempat semula,  sesuai penomoran buku (klasifikasi).

Menurut Neufert,  ada 2 sistem akses perpustakaan yaitu  :

1.            Sistem akses terbuka, yaitu sistem yang menerapkan penyimpanan buku secara 'tumpukan terbuka' dilengkapi dengan ruang baca di dekatnya dan bukan diantara rak-rak.  Bentuk ini banyak dijumpai di Amerika Serikat

2.            Sistem akses tertutup, yaitu sistem yang menerapkan penyimpanan buku di ruang tertutup sehingga pengguna tidak dapat mengambil buku sendiri melainkan harus dibantu oleh petugas. Judul buku yang diinginkan dapat dicari melalui katalog yang tersedia.

Pada sistem akses tertutup biasanya perpustakaan memberi penyekat kaca atau partisi untuk membatasi ruang baca dengan tempat penyimpanan koleksi (stack) perpustakan. Penggunaan penyekat kaca antara stack dengan ruang baca, menurut seorang arsitek bernama Mise Vander Rohe merupakan wujud dari konsep transparansi, yaitu bidang pembatas yang digunakan bukan lagi dinding melainkan dengan kaca. Ada 3 tipe dasar pola ruang berdasarkan dinding pembatasnya menurut Edward Hall dalam Laurens (2004: 194) yaitu

1.      Ruang berbatas tetap (fixed-feature space)

Ruang berbatas tetap dilingkupi oleh pembatas yang relatif tetap dan tidak mudah digeser, seperti dinding masif, jendela, pintu atau lantai.

2.      Ruang berbatas semi tetap (semifixed-feature space)

Adalah ruang yang pembatasnya bisa berpindah. Ruang-ruang yang dibatasi oleh partisi yang dapat dipindahkan ketika dibutuhkan setting yang berbeda.

3.      Ruang informal

Adalah ruang yang berbentuk hanya untuk waktu singkat, seperti ruang yang berbentuk ketika dua atau lebih orang berkumpul.

 

Berikut contoh ruang perpustakaan dengan pola sistem tertutup :

 

   

            Keterangan     : Bidang pembatas dengan menggunakan kaca

               Lokasi            : Perpustakaan FSRD ITB Bandung, 2007

 

Kelemahan sistem akses tertutup ini adalah pengunjung tidak bebas memilih buku karena buku diambilkan oleh pustakawan (pengelola perpustakaan).

 

Penempatan rak bahan pustaka

          Untuk menempatkan rak- rak bahan pustaka dalam ruang perpustakaan, pustakawan (pengelola perpustakaan) harus memperhatikan luas ruang, banyaknya furnitur, letak jendela dan pintu serta tinggi plafon ruangan tersebut. Misalnya pada ruangan yang luasnya  7 m x 4 m, dengan ukuran rak bahan pustaka 300 cm x 50 cm x 200 cm sebanyak 3 (tiga) buah dengan furnitur : 2 meja ukurannya 100 cm  x 50 cm, 4 kursi, pustakawan (pengelola perpustakaan) dapat mendesain ruang sesuai gambar denah sebagai berikut :

 

Untuk mendapatkan hasil optimal pada ruang yang terbatas maka harus diperhatikan perletakan furnitur, pintu dan jendela. Untuk ruang 300 cm x 50 cm, sebaiknya rak bahan pustaka digantungkan pada dinding ruangan atau dirapatkan pada dinding yang terpanjang. Hal ini untuk memudahkan lalu lintas petugas atau pengunjung, sehingga mereka dapat berjalan menuju ke rak tanpa harus membelokkan badan ke kanan atau kiri. Pada bagian tengah ruangan diletakkan rak bahan pustaka bersisi dua untuk menghemat ruangan dan lebih terkesan lapang.

Posisi meja dan kursi untuk membaca bagi pengunjung diletakkan pada bagian dinding yang terpendek, agar ruang terlihat seimbang dan selaras. Pintu diletakkan di sudut ruangan sehingga pandangan lebih terarah dan jelas ke dalam ruangan. Jendela diletakkan antara ruang koleksi dan ruang informasi di depannya. Jendela kaca ini  memisahkan ruang, memberi kesan menyatu dan pengelola perpustakaan lebih mudah untuk mengawasi seluruh aktivitas dalam ruangan.

 

Sistem sirkulasi

          Yang dimaksud dengan sirkulasi dalam artikel ini adalah space atau ruang di luar perabot, biasanya digunakan untuk lalu lintas pengunjung atau pengelola perpustakan. Ada beberapa model sirkulasi dalam ruang didasarkan pada penempatan dan bukaan pintu, antara lain :

 

Condong untuk berhenti/memperlambat jalan

 

membelokkan

 

meneruskan

 

Tidak baik, ruang terbagi menjadi dua bagian, Membingungkan bagi yang masuk

Baik, pandangan terarah ke seluruh ruang

 

Jelas, langsung

 

Tidak jelas, terhalang

 

Baik/menguntungkan

Pandangan jelas

Orientasi baik

 

Kurang baik

Terbagi dua

Symetri

 

 

Tidak baik

Pandangan kurang jelas

Sangat tidak baik

Terbagi-bagi

Tidak berketentuan

 

 

 

Berikut gambar kasus penempatan rak dan sirkulasi :

          

Keterangan :

                     Penempatan rak dan sirkulasi ruang

 

                     Sirkulasi dari arah pintu menuju ruang koleksi

 

Lokasi                  : Perpustakaan FSRD ITB Bandung, 2007

 

 

Sistem pencahayaan

Pencahayaan menjadi salah satu unsur utama dalam menciptakan suasana nyaman (comfortable) dalam ruangan. Sumber pencahayaan dapat berasal dari sumber cahaya alami (natural lighting, misal sinar matahari, sinar bulan, sinar api dan sumber dari alam) dan sumber cahaya buatan (artificial lighting, misal lampu). Sumber pencahayaan ini menimbulkan efek-efek dan memberi pengaruh sangat luas kepada pembaca perpustakaan atau penghuni ruangan tersebut. Menurut Suptandar (1999:217), terang cahaya suatu penerangan ditentukan oleh faktor-faktor :

1.      Kondisi ruang (tertutup atau bukaan)

2.      Letak penempatan lampu

3.      Jenis dan daya lampu

4.      Jenis permukaan benda-benda dalam ruang (memantulkan atau menyerap)

5.      Warna-warna dinding (gelap atau terang)

6.      Udara dalam ruang (asap rokok dan sebagainya)

7.      Pola diagram dari tiap lampu

Sumber pencahayaan dari matahari biasanya melalui atap/vide, jendela, genting kaca dan sebagainya. Cahaya dari sumber alam ini sangat baik untuk kesehatan. Sedangkan pencahayaan buatan dalam perancangan ruang dapat bersumber dari lampu atau permainan bidang kaca. Berikut contoh pemakaian lampu dalam ruang perpustakaan.

 

          

   Keterangan :

                                      : Lampu gantung mengikuti bentuk kemiringan plafon

             Lokasi        : Perpustakaan FSRD ITB Bandung, 2007

 

Pada umumnya suasana gelap dalam ruang perpustakaan kurang memberikan suasana nyaman. Suasana gelap dapat memberikan dampak sebagai berikut :

1.      rasa takut

2.      rasa tidak jelas

3.      rasa menyeramkan

Tidak semua suasana gelap dapat menimbulkan rasa ketakutan, tergantung faktor pengalaman dan kebiasaan. Terbatasnya cahaya penerangan sebuah ruang memberi persepsi menyeramkan pada ruang tersebut.

Suasana gelap dan terang ini dapat menghasilkan suatu nilai dan kesan menarik atau tidak menarik pada sebuah ruang perpustakaan. Menurut Hakim (2004:174), untuk mendapatkan cahaya terang, peletakan sumber cahaya dapat dibagi menjadi 3 bagian:

1.      Sumber cahaya di atas mata manusia

2.      Sumber cahaya setinggi mata manusia

3.      Sumber cahaya di bawah mata manusia

Sedangkan dilihat dari segi arah sumber cahaya, dapat pula dikategorikan menjadi 3 bagian :

1.      Arah cahaya tegak lurus ke bawah

2.      Arah cahaya tegak lurus ke atas

3.      Arah cahaya membentuk sudut

Cahaya yang dipantulkan oleh lampu dari arah atas kepala akan lebih baik untuk kegiatan membaca. Karena sinar dari lampu tidak menimbulkan bayangan manusia yang jatuh ke permukaan meja ketika orang sedang membaca seperti gambar di bawah ini :

 

 

 

 

Sirkulasi udara

Tidak adanya pertukaran udara, antara udara luar dengan udara di dalam ruangan dapat menyebabkan ruangan terasa pengap. Sebagai antisipasi dari kepengapan tersebut adalah digunakannya alat bantu AC (air conditioner), ventilasi atau penempatan jendela pada dinding ruang perpustakaan.

 

Ruang informasi

Ruang informasi adalah tempat pustakawan (pengelola perpustakaan) memberikan layanan informasi baik tentang buku, proses peminjaman atau pengembalian buku. Agar tidak terjadi crossing (persilangan) antara yang meminjam dengan yang mengembalikan buku, pustakawan (pengelola perpustakaan) memisahkan tempat menjadi dua bagian, seperti dalam gambar di bawah ini :

 

  Keterangan :

                                                        Tempat peminjaman dan pengembalian buku

 

                Lokasi           : Perpustakaan Fakultas Sastra UI Depok, 2006

 

Ruang baca  

Ruang baca tidak sekedar dirancang untuk mengakomodasi kebutuhan fisik dan kebutuhan visual (lihat) saja, melainkan disesuaikan dengan fungsi yang mendukung ruang tersebut. Secara fisik, semua orang membutuhkan besar ruang tertentu untuk merasa aman dan nyaman dalam membaca. Jumlah dan bentuk ruang ini bervarasi, tergantung pada luas ruang perpustakaan, aktivitas dan pengguna. Menurut Halim (2005:89), ada 4 dimensi psikologis yang ditimbul dari sebuah ruang yaitu :

1.      Kepemilikan ruang

2.      Pesonalisasi ruang

3.      Tingkat privasi ruang

4.      Kontrol atas ruang

Keempat dimensi psikologis tersebut menjadi panduan bagi pustakawan atau pengelola perpustakaan dalam mendesain ruang perpustakaan dimana mereka bekerja. Darena dalam desain, setiap orang,  baik pengunjung,  pengguna atau pengelola perpustakaan akan  lebih dapat menerima ruang dan isinya jika dirasakan ruangan itu memberi kenyamanan. Dengan demikian, sebuah perpustakaan tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan saja, melainkan sebagai tempat yang menyenangkan dan nyaman untuk membaca.  

 

 

 

 

 

 

Daftar pustaka

 

Hakim, Rustam dan Hardi Utomo, 2004. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap : Prinsip-Unsur dan Aplikasi Desain, Jakarta : Penerbit Bumi Aksara

Halim, Deddy, 2005. Psikologi Arsitektur : Pengantar Kajian Lintas Disiplin, Jakarta : Penerbit Grasindo

Laurens, Joyce Marcella, 2004. Arsitektur dan Perilaku Manusia, Jakarta : Penerbit Grasindo

Neufert, Ernst, 1993. Data Arsitek, Jilid 1 Edisi Kedua, Jakarta : Penerbit Erlangga

Suptandar, J. Pamudji, 1999. Disain Interior : Pengantar Merencana Interior Untuk Mahasiswa Disain dan Arsitektur, Jakarta : Penerbit Djambatan

 

[Wanda Listiani adalah pustakawan yang sedang belajar sebagai Mahasiswa Magister Desain ITB Bandung; Novalinda adalah arsitek, sedang belajar sebagai mahasiswa Magister Desain ITB Bandung]

Tanggapan Pemakai Terhadap Promosi Perpustakaan: Studi Perpustakaan Kotamadya Jakarta Selatan

Tanggapan Pemakai Terhadap Promosi Perpustakaan

Studi  Perpustakaan Kotamadya Jakarta Selatan

 

Oleh: Ilham Prisgunanto dan Siti Anisah

 

1. Pendahuluan

          "Tak kenal maka tak sayang". Bagaimana perpustakaan dapat digunakan optimal bila masyarakat tidak mengetahui sumber informasi yang dimiliki? Perpustakaan hanya bisa dikenal lewat promosi. Jadi jelas bahwa perpustakaan sebagai  lembaga nirlaba tetap perlu promosi yang handal. Sebuah promosi perlu keseriusan, ketekunan dan dana.

          Sudah menjadi rahasia umum bahwa pendanaan perpustakaan sangat tergantung pada badan induknya, terutama untuk perpustakaan khusus. Artinya keberlangsungan hidup perpustakaan terletak pada kerelaan badan induk dalam mengalokasikan dana. Tak salah bila promosi ini sering terbengkalai karena banyak perpustakaan tidak menyentuh aspek ini. Jangankan untuk promosi dan pengembangan koleksi, pembuatan sistem temu kembali saja sudah menghabiskan banyak biaya.

    Perpustakaan umum adalah salah satu jenis perpustakaan yang berada di bawah pengelolaan Pemerintah Daerah. Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diselenggarakan oleh dana umum dengan tujuan melayani umum (Sulistyo-Basuki, 1993:46). Demikian juga yang disebutkan dalam International Encyclopedia of Information and Library Science (1997:380), yaitu bahwa perpustakaan umum merupakan perpustakaan yang didirikan atas dana umum dan pemakaiannya untuk kepentingan umum. Dalam UNESCO Public Library Manifesto 1994 juga disebutkan  bahwa perpustakaan umum merupakan pusat informasi lokal yang bertujuan agar semua jenis pengetahuan dan informasi mudah diakses dan digunakan oleh pemakai (IFLA, 1995:66). Manifesto perpustakaan umum yang diterbitkan UNESCO tahun 1994 berubah menjadi: kebebasan, kesejahteraan dan pengembangan masyarakat, maupun individu merupakan hal yang fundamental terhadap penerapan nilai-nilai hidup.

 

2. Kajian teori

          Informasi adalah pengetahuan manusia yang sudah dibakukan dan diakui kebenarannya oleh publik. Bila informasi tersebut dihimpun, ia akan menjadi data. Pemasaran jasa informasi adalah upaya memfasilitasi manusia dalam usaha memperoleh informasi yang diperlukan dan biasanya berbentuk kumpulan data (Teskey dalam Pendit, 1992:80).

Promosi merupakan bentuk komunikasi penyampaian pesan-pesan atau informasi (Widuri, 2000:70). Djatin dan Hartinah (2001:3) merinci bahwa pemasaran informasi mencakup faktor-faktor seperti kebutuhan yang mampu mengidentifikasikan kebutuhan, keinginan yang bisa menciptakan keinginan pemakai, dan permintaan yang bisa mendorong permintaan-permintaan yang diajukan pemakai.

Keberhasilan pemasaran informasi di perpustakaan tergantung pada perencanaan, pelaksanaan, serta pengukuran hasil yang diperoleh selama periode tertentu. Promosi akan menempatkan layanan perpustakaan di benak pemakai dan menstimulasikan keinginan pemakai. Kedua hal tersebut sangat membantu pengembangan layanan. Promosi melibatkan kegiatan-kegiatan  seperti: periklanan yang sedang berjalan, media relasi, publik, dan juga layanan pelanggan. Semua itu akan membangun pemikiran tentang  bagaimana perpustakaan memposisikan sebagai lembaga nirlaba dan layanan mereka dalam target market yang dituju untuk dilayani (Namara, disajikan di    http://www.mapnp.org/library/evaluatn/fnl_eval.htm) .

          Promosi di perpustakaan banyak dilakukan oleh humas perpustakaan. Menurut Edward Bernays dalam Straubhaar dan La Rose, kehumasan adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya (2002:14). Sementara itu menurut Fund and Wagnal pada American Standard Desk Dictionary dalam Anggoro, istilah humas diartikan sebagai segenap kegiatan dan teknik atau kiat yang digunakan oleh organisasi atau individu untuk menciptakan atau memelihara suatu sikap dan tanggapan yang baik dari pihak luar terhadap keberadaan dan sepak terjangnya (Anggoro, 2002:2).

          Hasil promosi atau kegiatan promosi dapat diukur dengan menggunakan  Hierarchy of Effects Moodel. Dengan demikian dapat diketahui sudah sampai di mana tingkat efektivitas strategi dan perencanaan sebuah promosi.       Ada banyak model dan asumsi yang diberikan oleh ahli komunikasi, tetapi konsep dasar dari keterpengaruhan khalayak terhadap promosi yang mudah adalah dengan menggunakan konsep AIDA yang didasarkan pada  4 dimensi variable, yaitu: Attention, Interest, Desire dan Action.  Konsep AIDA ini menjadi ukuran keberhasilan suatu promosi, dengan melihat  sudah mencapai taraf mana dalam pemahaman manusia terhadap pesan yang ditujukan.

 

Dalam konsep AIDA terdapat tiga tahapan orang memahami suatu promosi, yakni; tataran kognitif, afektif dan konatif. Yang kemudian akan dijelaskan dengan rinci dengan matriks sebagai berikut (Smith, 1997:61).

 

 

Gambar 1:  Hierarchy of Effects Models

Stage

AIDA model

Hierarchy of Effects Model

 

 

Cognitive Stage

Attention

Awareness

 

 


Knowledge

 

 

Affective Stage

Interest

 

 

 

Desire

Linking



 

 

 


                 Preference

 

 

                   Conviction

 

 

 

Behavior Stage

 

 

Action

 

Purchase

 

Masyarakat akan mengenal suatu promosi melalui beberapa tahap, sesuai dengan urutan yang ada, yaitu: kognitif, afektif dan konatif.  Urutan "tahu-merasa-berbuat" paling cocok ketika keterlibatan audiens tinggi terhadap produk yang dipersepsikan memiliki diferensiasi yang tinggi, seperti kalau mau membeli mobil. Urutan yang lain "berbuat-merasa-tahu" lebih relevan ketika audiens memiliki keterlibatan tinggi, tapi hanya mempersepsikan sedikit diferensiasi dalam kategori tersebut, sama seperti kalau kita membeli 'garam meja'. Dengan memilih urutan yang tepat, pelaku pemasaran bisa lebih efektif dalam merencanakan komunikasi.

          Diasumsikan bahwa masyarakat memiliki keterlibatan yang tinggi terhadap kategori produk dan mempersepsikan adanya diferensiasi yang tinggi pula dalam kategori tersebut. Unsur-unsur tingkat pengenalan promosi khalayak, yaitu:

1. Attention/perhatian

2. Interest /ketertarikan

3. Desire/keinginan

4. Action/tindakan

5. Satisfy/kepuasan (Qalyubi, 2003:261).

 

          Dalam penelitian ini hanya digunakan tiga tahap, yakni:

1. Kognitif. Tataran kognitif ini dipahami sebagai alam yang ada dibenak pemakai. Biasanya orang mengenalnya dengan knowledge level. Contoh pemakai yang berada pada tataran ini adalah pelanggan (costumer) suatu produk atau merek (brand). Lebih lanjut diketahui tingkatan kognisi yang paling rendah adalah awareness hingga attention. Pada kondisi ini pemakai mengetahui keberadaan suatu produk tetapi tidak menyadari sepenuhnya makna pesan yang dibawa oleh merek tersebut.

2. Afektif. Tataran afektif adalah tataran lebih lanjut setelah kognitif, atau posisi keterpengaruhan pemakai akan suatu pesan iklan. Pada tahap ini pemakai sudah terpengaruh pesan yang disampaikan melalui media promosi, namun masih ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan untuk menggunakan produk atau merek (brand) yang dipromosikan tersebut. Pada tahap ini pemakai atau customer akan mencapai tahap interest dan desire.

3. Konatif. Pada tahap ini target pesan promosi sudah tercapai atau terwujud. Biasanya pemakai sudah terpengaruh dan mengubah sikap mereka akibat promosi yang dilakukan. Perubahan sikap dan pengaruh promosi terhadap costumer atau pemakai dapat diukur melalui hasil pencatatan administratif, seperti: laporan kekuatan penjualan, kunjungan atau kerelaan menjadi anggota perpustakaan. Pada tahap ini pemakai sampai pada tahap action atau behaviour  level yang ditafsirkan sebagai  sikap  (Smith, 1997:61).

Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Strong (dalam Smith 1997:61) pada tahun 1925, yang kemudian dikembangkan hingga tahun 1970-an. Temuan menarik dari penelitian adalah bahwa efek promosi yang dapat diukur pada perubahan sikap dan perilaku customer (pemakai). Temuan ini dapat digunakan untuk membuat suatu promosi menjadi lebih efektif dan efisien.

Kekuatan penelitian AIDA adalah hasilnya dapat dijadikan dasar untuk mengasumsikan perhatian customer (pemakai) dalam tahapan kognitif sampai pada perubahan sikap dan tingkah laku ke arah produk atau gambaran pada jasa. Dengan demikian promosi dapat dilakukan sesuai dengan pengembangan dan jangka waktu yang tepat (Smith, 1997:61).

 

3. Metodologi penelitian

 

A.     Tipe penelitian

          Penelitian ini bertujuan mengetahui tanggapan masyarakat yang diwakili oleh pemakai remaja dan dewasa di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Selatan (PUJS) terhadap promosi perpustakaan. Jenis penelitian kuantitatif deskriptif, yaitu penelitian   yang berusaha meneliti sekelompok manusia, obyek atau kondisi dalam menggambarkan suatu fenomena (Nazir, 1998:63). Melalui penelitian ini dilakukan evaluasi pelaksanaan program promosi yang telah dilakukan oleh perpustakaan. Pedoman pengukuran yang digunakan adalah konsep Hierachy Effect Models kajian AIDA (Attention, Interest, Desire, Action) dalam promosi komunikasi.

Dalam penelitian ini dilakukan penggabungan dua disiplin ilmu  yang berbeda, yakni  perpustakaan dan promosi dengan konsep AIDA dari komunikasi. Populasi penelitian adalah semua pemakai yang diambil secara acak dalam kurun waktu setahun dari data administratif jumlah pemakai dan koleksi yang dipinjam di PUJS dalam rangka uji coba perpanjangan jam layanan dari bulan Juli 2002 sampai dengan Maret 2004.

Penelitian tertuju pada populasi spesifik, yakni: pelajar, mahasiswa, karyawan dan umum selama Juli 2002–Juli 2003. Diketahui  jumlah keseluruhannya pemakai pada populasi tersebut mencapai 21.921 orang. Kemudian dari setiap unsur ditarik sampel (anggota populasi). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling atau pengambilan sampel secara acak sederhana. Penyebaran kuesioner dilakukan secara insidental (incidental) kepada semua pemakai yang hadir di perpustakaan pada saat penelitian. Target sasaran atau yang menjadi variable terikat (dependent variabel) adalah pemakai Perpustakaan Umum Jakarta Selatan (selanjutnya disebut PUJS),  khususnya dari kelompok remaja dan dewasa.

Rumus yang digunakan untuk menentukan pengambilan sampel ini adalah model Sevilla, yaitu:

 

 

 n =   N

        1 + N(e)2

 

n   =      Jumlah sampel

N   =      Populasi

e   =      Persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan. Dalam penelitian ini nilai persentase yang dapat ditolerir adalah 1% (Sevilla, 1993:161) 

 

          Dengan demikian sampel penelitian ini berjumlah:

n        =          41.921

                  1 + 41.921(0,1)2

n        =        99,76

n         ~        100 orang (atau dapat ditaksirkan jumlahnya terbesar)

 

Sampel penelitian ini minimal 100 orang, sementara dalam penelitian ini yang digunakan berjumlah 173 orang. Maka sampel penelitian ini dianggap sudah mewakili populasi sasaran penelitian. Teknik pengumpulan data dengan penyebaran kuesioner melalui pertanyaan terstruktur.  Pertanyaan-pertanyaan kuesioner terbagi dua bagian besar, yaitu:

1.      Data responden                             

Berisi kumpulan data pribadi responden, seperti; usia, pekerjaan, pendidikan terakhir, status keanggotaan PUJS.

2.      Pendapat pemakai tentang promosi  

Bagian promosi ini berisi informasi aspek persepsi ekspektasi atau harapan pemakai PUJS terhadap pemakaian communication mix (sarana bauran promosi). Untuk data pada bagian kedua ini terbagi atas 7 bagian yang semuanya merupakan representasi sarana-sarana promosi yang diadakan PUJS, yaitu:

a. Pamflet, brosur, leaflet dan spanduk.

b. Lomba dan sayembara.

c. Bazar, pameran buku dan temu tokoh.

d. Pelatihan dan penyuluhan.

e. Mendongeng.

f. Diskusi, seminar dan lokakarya.

g. Perpustakaan keliling dan satelit.

                                 

          Bagian kedua kuesioner mengukur tingkat efek pemakai terhadap terpaan promosi yang diberikan PUJS. Ada 4 dimensi variable, meliputi: Attention, Interest, Desire dan Action atau AIDA. Penelitian menggunakan pengolahan data tabulasi silang (Cross tabulation) dengan indikator tetap usia pengunjung. Guna memudahkan ukuran penilaian skala pengukuran terbagi atas 2 jenis, yaitu:

1. Pertanyaan menarik atau tidak menarik

  Tidak menarik       : 1

  Menarik                : 2

 

2. Kesan Responden Terhadap Salah Satu Kegiatan Promosi

  Tidak ada kesan/biasa saja                            : 1

  Terfokus pada acara tersebut saja                  : 2

  Tertarik datang ke perpustakaan           : 3

  Datang dan menggunakan perpustakaan : 4

  Lain-lain                                            : 5

          Penelitian menggunakan jawaban kecenderungan positif yang mendukung ketertarikan pada pesan dalam promosi di PUJS. Apabila pemakai belum, tidak pernah melihat atau mengikuti kegiatan yang dikategorikan promosi perpustakaan diberikan fasilitas jawaban kolom lain-lain.

          Guna memudahkan proses pengolahan digunakan program SPSS versi 11.0. Tingkat keterpengaruhan pemakai PUJS dianalisis dengan teknik analisis statistik sesuai konsep AIDA.

Tidak ada kesan/biasa saja                     : Tidak terpengaruh promosi

Hanya tahu atau terfokus acara kegiatan saja     : Attention/Interest

Tertarik datang ke perpustakaan             : Desire

Datang dan menggunakan perpustakaan    : Action

 

          Penelitian diadakan di PUJS yang terletak di Gandaria Tengah V/3, Kramat Pela Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12130. Waktu pelaksanaan selama 1 minggu, sejak tanggal 7 sampai dengan 13 Juni 2004. Pemilihan waktu tersebut atas pertimbangan karena saat tersebut adalah kurun waktu remaja dan dewasa sedang masa menjelang ujian-ujian sekolah, dan biasanya pengunjung PUJS sangat banyak dan ramai.

 

4. Temuan dan pembahasan

 

Nilai reliabilitas dan validitas

 

          Penyebaran kuesioner sebanyak 180 ke populasi sasaran, namun dari penyebaran di lapangan hanya 173 kuesioner yang kembali, dengan rincian: 4 kuesioner tidak bisa diolah (karena kosong), 2 kuesioner rusak dan 1 kuesioner hilang.

          Guna melihat nilai kontinuitasnya, maka dilakukan pengukuran nilai reliabilitas (Alpha Crounbach) :

 

  R E L I A B I L I T Y   A N A L Y S I S   -   S C A L E   (A L P H A)

 

Reliability Coefficients

 

N of Cases =     27.0                    N of Items = 33

 

Alpha =    .8586

 

 

Nilai koefisien Alpha Crounbach penelitian 0,85 (85%), sehingga nilai ketidakajekan 0,15 (15%) dari jawaban yang ada. Penelitian ini dapat dikatakan sudah memenuhi nilai ajeg (konstan) karena nilai alpha di atas 0,5.

 

A.     Analisis data

A.1. Analisis data pribadi

 

1.      Pembagian tingkat usia,  jenjang pendidikan dan status pekerjaan  

 

a. Usia

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

b. Pendidikan

c. Pekerjaan

 

 

d. Keanggotaan

          Pemakai yang paling banyak menggunakan PUJS berusia 20-30 tahun, yaitu mencapai  106 orang (61,3%). Berdasarkan tingkat pendidikan formal, pemakai  PUJS dari kategori usia  15-19 tahun yang paling banyak adalah siswa  SMU/SMK/SMEA, yaitu  berjumlah 46 orang (79,3%), sedangkan pada kategori pemakai berusia 20-30 tahun yang terbanyak berjenjang pendidikan SMU/SMK/SMEA, yaitu  berjumlah 69 orang (65,1%). Dari analisis tabulasi silang kategori pemakai  usia 15-19 tahun hampir seluruhnya berstatus pelajar dan mahasiswa 57 orang (98,3%).

          Pada pemakai  usia 20-30 tahun, pemakai yang pekerjaannya adalah  pelajar dan mahasiswa mencapai jumlah 80 orang (75,5%). Pemakai  yang berusia 15-19 tahun sebagian besar adalah bukan anggota perpustakaan, yang jumlahnya mencapai  44 orang (75,9%), sedangkan dari kelompok pemakai  usia 20-30 tahun, sebagian besar juga bukan anggota perpustakaan, yaitu mencapai 64 orang (60,4%). Dapat disimpulkan bahwa pemakai  perpustakaan umum didominasi pelajar usia 20-30 tahun, tapi bukan anggota perpustakaan. Artinya promosi perpustakaan cukup lekat pada orang yang bukan tertuju oleh perpustakaan, dalam hal ini pemakai. Artinya, ada anggapan ada pengaruh promosi yang dilakukan oleh perpustakaan.

 

 

B.2  Tanggapan Pemakai  Terhadap Kegiatan Promosi di PUJS

 

1. Informasi Keberadaan PUJS

 

 

2. Tindakan Pemakai  Setelah Tahu PUJS

          Kebanyakan pemakai  mengetahui perpustakaan umum dari teman 44 orang (75,9%). Pada kategori usia 20-30 juga serupa, yang mendapatkan informasi dari teman berjumlah 88 orang (83%). Untuk kategori pemakai  usia 15-19 tahun diketahui bahwa mereka langsung datang dan menggunakan layanan dan koleksi di PUJS ada 33 orang (56,9%) sedangkan yang tertarik datang dan ingin menggunakan (dalam taraf ingin dalam tataran AIDA masih dalam taraf action dan desire) diketahui 21 orang (36,2%),  sedangkan yang masih dalam taraf tidak terkesan 4 orang (6,9%).

 

B.2.1 Tanggapan terhadap promosi pamflet, lomba dan bazar

 

1. Pendapat pemakai  terhadap pamflet

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2. Kekurangan pamflet

          Diketahui bahwa pemakai  terbanyak memberikan tanggapan negatif terhadap keberadaan pamflet/brosur/spanduk dari PUJS. Pada kategori pemakai  usia 15-19 tahun berpendapat 'biasa saja' atau tidak memberi tanggapan terhadap promosi lewat pamflet/brosur/spanduk PUJS sebanyak 25 orang (43,1%). Pada pemakai  usia 20-30 tahun yang menyebutkan 'biasa saja' mencapai jumlah 55 orang (51,9%). Tanggapan terhadap brosur/pamflet/spanduk pada pemakai  usia 15-19 tahun banyak yang menyebutkan tidak menginformasikan layanan dan sistem yang ada di PUJS 17 orang (29,3%). Demikian juga pada pemakai  usia 20-30 tahun menyebutkan brosur/pamflet/spanduk tidak memberikan informasi layanan dan sistem perpustakaan sebanyak 35 orang (33%).

          Pemakaian promosi brosur/pamflet dan spanduk di PUJS masih sangat kurang ditanggapi. kebanyakan pemakai  tidak berkesan atau biasa saja. Dapat dikatakan tidak masuk apapun dalam AIDA, hanya awareness atau attention saja untuk setiap kategori pemakai  semua usia di PUJS.

 

 

 

 

B.2.2  Lomba, sayembara 

1. Pendapat pemakai terhadap lomba

 

2. Alasan bahwa lomba dan sayembara menarik

 

 

 

3. Kesan mengikuti sayembara dan lomba

 

Promosi lewat lomba dan sayembara kebanyakan ditanggapi pemakai  usia 15-19 tahun menarik ikut 50 orang (86,2%). Pada pemakai  usia 20-30 tahun berkesan sama 83 orang (78,3%) menjawab menarik. Pada pemakai  usia 15-19 tahun kebanyakan mereka menjawab bahwa alasan mengapa lomba dan sayembara menarik karena jenis acaranya 19 orang (38%). Sama pemakai  usia 20-30 tahun juga tertarik lomba dan sayembara karena alasan jenis lomba 36 orang (43,3%). Pada kategori pemakai  usia 15-19 tahun ada sebanyak 22 orang (37,9%) mengaku tidak ada kesan atau biasa saja setelah mengikuti atau mengetahui acara lomba dan sayembara. Demikian juga dengan pemakai  usia 20-30 tahun tidak ada kesan dengan yang mau datang dan menggunakan PUJS 33 orang (31,1%).

Keberadaan lomba dan sayembara di PUJS hanya menyentuh aspek attention kategori pemakai  usia 15-19 tahun. Sedangkan untuk pemakai  usia 20-30 tahun/dewasa saja sudah mencapai interest dan desire. Untuk pemakai  30-50 dan 51 > tahun adalah attention. Dengan demikian dapat diketahui bahwa promosi lewat lomba dan sayembara yang dilakukan oleh PUJS masih jauh dari yang diharapkan pemakai  dan tidak akan menimbulkan kesan juga pada keinginan menggunakan PUJS.

 

C. Temuan keseluruhan sarana promosi di perpustakaan

 

Tabel Kajian AIDA (Attention, Interest, Desire and Action) terhadap kegiatan promosi di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Selatan (PUJS)

No.

Promosi Perpustakaan

Pemakai  usia

15-19 tahun

20-30 tahun

31-50 &

51 > tahun

1

Promosi Langsung lewat teman dan Pustakawan

ACTION-DESIRE

ACTION-DESIRE

ACTION-DESIRE

2.

Brosur/Pamflet/leaflet dan Spanduk

ATTENTION

ATTENTION

ATTENTION

3.

Lomba dan Sayembara

ATTENTION

INTEREST -

DESIRE

ATTENTION

4.

Bazar, pameran Buku dan Temu Tokoh

INTEREST

ATTENTION

ATTENTION

5.

Pelatihan dan Penyuluhan

ATTENTION

ATTENTION

ATTENTION

6.

Dongeng

ATTENTION

ATTENTION

ATTENTION

7.

Diskusi, Seminar dan Lokakarya

ATTENTION

ATTENTION

ATTENTION

8.

Perpustakaan Keliling dan Satelit

DESIRE -

ACTION

ATTENTION

ATTENTION

Sumber: Hasil Penelitian Promosi PUJS, Juni 2004

 

Dari hasil temuan diketahui bahwa promosi dari mulut ke mulut atau langsung antar manusia dan dari pustakawan sendiri adalah promosi yang paling efektif dan andal di perpustakaan umum untuk semua kategori usia pemakai. Bagi pemakai usia 20-30 tahun promosi lewat Lomba dan Sayembara adalah yang paling efektif karena masuk dalam tataran INTEREST-DESIRE. Bagi pemakai usia 15-19 tahun sarana promosi yang paling cocok adalah bazar, pameran buku  dan temu tokoh dan promosi lewat perpustakaan keliling dan satelit.

 

 

 

 

 

 

 

*Penelitian ini adalah Hasil Temuan Penelitian Skripsi

 

 

BIBLIOGRAFI

Abdurrachman, Oemi.  1995 . Dasar-dasar public relations.Bandung: Citra Aditya Bakti.

Anggoro, M. Linggar.  2002 . Teori dan profesi kehumasan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Brannan, Tom.  2004 . Integrated marketing communication: memadukan upaya public relations, iklan, dan promosi untuk membangun identitas merek. Jakarta: LPPM.

Coote, Helen.  1994 . How to market your library sevice effectively. London: Aslib.

Cummins, Julian.  1991 . Promosi penjualan: bagaimana menciptakan dan menerapkan program yang benar-benar berhasil. Jakarta: Binarupa Aksara.

Diem, Chuzaimah D.  2000 . "Peran Buku, Pendidik, dan Pustakawan dalam Menciptakan Masyarakat Gemar Membaca" dalam Jurnal kepustakawanan dan masyarakat membaca. Vol.16 No.1-2

Djatin, Jusni dan Sri Hartinah.  2001 . Pengemasan dan pemasaran informasi: pengalaman PDII-LIPI. Jakarta: Panitia Rakernas ke-11 dan Seminar Ilmiah Ikatan Pustakawan Indonesia.

Edsall, Miriam S.  1980 . Library promotion handbook. Arizona: Oryx Press.

Gill, Philip.  1994 . "the Revision of the UNESCO Public Library Manifesto" dalam Public library journal. Vol.9 No.1

Glashoff, Ilona.  1998 . "the Division of Libraries Serving the General Public-a survey", 6th IFLA General Conference August 16 – August 21 or available at:

   http://www.ifla.org/index.htm

Hamilton, Feona.  1990 . Infopromotion publicity and marketing ideas for the information profession. London: Gower Publishing

IFLA.  1995 .   "UNESCO Public Library Manifesto 1994," dalam IFLA Journal  21(1)

IFLA.  1998 .   The public library as the gateway to the information society: the revision of IFLA's guidelines for public libraries. available at: http://www.ifla.org/VII/58/spl.htm).

International Encyclopedia of information and library science.  1997 . London: Routledge

King, Ivan.  1989 . Promote: the handbook of public library promotion. London: Public Libraries Group of the Library Association.

Kotler, Philip.  1991 . Marketing for nonprofit organization. Englewood Cliff: Prentice Hall. 

Pendit, Putu Laxman.  1992. "Makna Informasi Lanjutan Dari Sebuah Perdebatan", dalam Antonius Bangun (eds.) (et.al.) Kepustakawanan Indonesia: potensi dan tantangan. Jakarta: Kesaint Blanc.

Perpustakaan Nasional. 1992 . Panduan penyelenggaraan perpustakaan umum. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

McCarthy, Grace.  1992. "Promoting the in-house Library," dalam Aslib Proceedings. Volume 44 Number 5.

McNamara, Carter. Disajikan di:  http:///www.mapnp.org/library/evaluatn/fnl_eval.htm

Nazir, Mohammad.  1988. Metode penelitian Sosial. Jakarta: Gunung Agung

Ojiambo, Joseph B. 1974. "Application of Marketing Principles and Techniques to Librariens and Information Centres," dalam library review. Volume 43, Nomor 2. MCB University Press.

Perpustakaan Umum Jakarta Selatan. 2004. Brosur Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Selatan.

Pointer, Christine.1993. "Organising an Art Exhibition in a Library", dalam Library operations checklist 15. Nottingham: Public Libraries Group of The Library Association.

Pyle, Jon. 1990. "Publishing Programmes in Libraries", dalam Library operations checklist 12. Nottingham: Public Libraries Group of The Library Association..

Qalyubi, Syihabuddin   (et al.)  (eds.).  2003 . Dasar-dasar ilmu perpustakaan dan informasi. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Adab.

Royani, H.A. 1984 . "Meningkatkan Pemakai Bahan Pustaka" dalam pembimbing pembaca: media komunikasi dan informasi.

Sevilla, Consuello (et al.).  1993. Pengantar metode penelitian. Jakarta: UI Press.

Slater, Colin S. 1985. "Handling the Media", dalam Library operations checklist 1. Nottingham: Public Libraries Group of The Library Association.

Smith, Paul (et al.). 1997. Strategic marketing communications: new ways to build and integrate communication. London: Kogan Page.

Stanton, William J. 1996. Prinsip pemasaran. 2nd ed. Jakarta: Erlangga.

Straubhaar, Dennis. And La Ross. 2002. Media now: information technology and communication. New Jersey: Wadworth.

Sugiyono. 2001. Metodologi penelitian bisnis. Bandung: Alpha Beta.

Sukanto, Suryono. 1999. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sulaksana, Uyung. 2003. Integrated marketing communications: teks dan kasus. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sulistyo-Basuki.  993 . Pengantar ilmu perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

_____________  1994. Periodisasi perpustakaan Indonesia. Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Surysaningsih, RM Sri.  1998 . "Membangun Opini Lewat Promosi Perpustakaan" dalam Pustakom. No.2 Thn.I, September-Oktober

Unaradjan, Dolet.  2000  Pengantar metode penelitian ilmu sosial. Jakarta: Grasindo.

UNESCO. 1994. UNESCO public library manifesto. available at: http://www.singleton.nsw.gov.au/library/policy.unesco.html

Usherwood, Bob.1981. the visible library: practical public relations for public librarians. London: The Library Association.

Warsito, Hermawan. 1992. Pengantar metodologi penelitian: buku panduan mahasiswa. Jakarta: Gramedia.

Widuri, Noorika Retno. 2000. "Pemasaran Jasa Informasi di Perpustakaan", dalam BACA Vol.25, No. 3-4, September Desember. Jakarta: PDII-LIPI.

 

[Ilham Prisgunanto dan Siti Anisah adalah alumni Juruan Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia]