Friday, May 4, 2007

DESAIN RUANG PERPUSTAKAAN

DESAIN RUANG PERPUSTAKAAN

Oleh : Wanda Listiani dan Novalinda

 

Kenyamanan ruang bagi pengguna perpustakaan merupakan hal yang sangat menunjang kegiatan membaca maupun kegiatan yang lainnya. Untuk itu, pustakawan atau pengelola perpustakaan berkewajiban mendesain ruang perpustakaan senyaman dan sesehat mungkin. Pengetahuan dan pemahaman mengenai ruang menjadi penting bagi pustakawan dan pengelola perpustakaan agar mereka mampu  menarik pengunjung sebanyak mungkin dan membuat mereka betah berlama-lama berada di perpustakaan. Saat ini, beberapa perpustakaan umum yang ada di daerah maupun perguruan tinggi masih belum memenuhi persyaratan desain ruang yang 'layak'.

Berikut beberapa konsep perencanaan perpustakaan dan contoh kasus desain ruang yang ada di  perpustakaan :

 

Sistem layanan

Sistem layanan sebuah perpustakaan berkaitan erat dengan perawatan koleksi yang harus dilakukan. Pada sistem pola terbuka misalnya, pengunjung dapat dengan bebas memilih atau mencari buku yang ingin dibacanya tanpa bantuan atau dengan bantuan pustakawan Layanan perpustakaan seperti ini disebut layanan terbuka. Kelemahan dari layanan ini adalah buku mudah rusak, dicuri/diambil orang atau sulit ditemukan kembali. Kesulitan penemuan buku ini terjadi karena biasanya pengunjung tidak menyimpan buku yang sudah dibacanya ke tempat semula,  sesuai penomoran buku (klasifikasi).

Menurut Neufert,  ada 2 sistem akses perpustakaan yaitu  :

1.            Sistem akses terbuka, yaitu sistem yang menerapkan penyimpanan buku secara 'tumpukan terbuka' dilengkapi dengan ruang baca di dekatnya dan bukan diantara rak-rak.  Bentuk ini banyak dijumpai di Amerika Serikat

2.            Sistem akses tertutup, yaitu sistem yang menerapkan penyimpanan buku di ruang tertutup sehingga pengguna tidak dapat mengambil buku sendiri melainkan harus dibantu oleh petugas. Judul buku yang diinginkan dapat dicari melalui katalog yang tersedia.

Pada sistem akses tertutup biasanya perpustakaan memberi penyekat kaca atau partisi untuk membatasi ruang baca dengan tempat penyimpanan koleksi (stack) perpustakan. Penggunaan penyekat kaca antara stack dengan ruang baca, menurut seorang arsitek bernama Mise Vander Rohe merupakan wujud dari konsep transparansi, yaitu bidang pembatas yang digunakan bukan lagi dinding melainkan dengan kaca. Ada 3 tipe dasar pola ruang berdasarkan dinding pembatasnya menurut Edward Hall dalam Laurens (2004: 194) yaitu

1.      Ruang berbatas tetap (fixed-feature space)

Ruang berbatas tetap dilingkupi oleh pembatas yang relatif tetap dan tidak mudah digeser, seperti dinding masif, jendela, pintu atau lantai.

2.      Ruang berbatas semi tetap (semifixed-feature space)

Adalah ruang yang pembatasnya bisa berpindah. Ruang-ruang yang dibatasi oleh partisi yang dapat dipindahkan ketika dibutuhkan setting yang berbeda.

3.      Ruang informal

Adalah ruang yang berbentuk hanya untuk waktu singkat, seperti ruang yang berbentuk ketika dua atau lebih orang berkumpul.

 

Berikut contoh ruang perpustakaan dengan pola sistem tertutup :

 

   

            Keterangan     : Bidang pembatas dengan menggunakan kaca

               Lokasi            : Perpustakaan FSRD ITB Bandung, 2007

 

Kelemahan sistem akses tertutup ini adalah pengunjung tidak bebas memilih buku karena buku diambilkan oleh pustakawan (pengelola perpustakaan).

 

Penempatan rak bahan pustaka

          Untuk menempatkan rak- rak bahan pustaka dalam ruang perpustakaan, pustakawan (pengelola perpustakaan) harus memperhatikan luas ruang, banyaknya furnitur, letak jendela dan pintu serta tinggi plafon ruangan tersebut. Misalnya pada ruangan yang luasnya  7 m x 4 m, dengan ukuran rak bahan pustaka 300 cm x 50 cm x 200 cm sebanyak 3 (tiga) buah dengan furnitur : 2 meja ukurannya 100 cm  x 50 cm, 4 kursi, pustakawan (pengelola perpustakaan) dapat mendesain ruang sesuai gambar denah sebagai berikut :

 

Untuk mendapatkan hasil optimal pada ruang yang terbatas maka harus diperhatikan perletakan furnitur, pintu dan jendela. Untuk ruang 300 cm x 50 cm, sebaiknya rak bahan pustaka digantungkan pada dinding ruangan atau dirapatkan pada dinding yang terpanjang. Hal ini untuk memudahkan lalu lintas petugas atau pengunjung, sehingga mereka dapat berjalan menuju ke rak tanpa harus membelokkan badan ke kanan atau kiri. Pada bagian tengah ruangan diletakkan rak bahan pustaka bersisi dua untuk menghemat ruangan dan lebih terkesan lapang.

Posisi meja dan kursi untuk membaca bagi pengunjung diletakkan pada bagian dinding yang terpendek, agar ruang terlihat seimbang dan selaras. Pintu diletakkan di sudut ruangan sehingga pandangan lebih terarah dan jelas ke dalam ruangan. Jendela diletakkan antara ruang koleksi dan ruang informasi di depannya. Jendela kaca ini  memisahkan ruang, memberi kesan menyatu dan pengelola perpustakaan lebih mudah untuk mengawasi seluruh aktivitas dalam ruangan.

 

Sistem sirkulasi

          Yang dimaksud dengan sirkulasi dalam artikel ini adalah space atau ruang di luar perabot, biasanya digunakan untuk lalu lintas pengunjung atau pengelola perpustakan. Ada beberapa model sirkulasi dalam ruang didasarkan pada penempatan dan bukaan pintu, antara lain :

 

Condong untuk berhenti/memperlambat jalan

 

membelokkan

 

meneruskan

 

Tidak baik, ruang terbagi menjadi dua bagian, Membingungkan bagi yang masuk

Baik, pandangan terarah ke seluruh ruang

 

Jelas, langsung

 

Tidak jelas, terhalang

 

Baik/menguntungkan

Pandangan jelas

Orientasi baik

 

Kurang baik

Terbagi dua

Symetri

 

 

Tidak baik

Pandangan kurang jelas

Sangat tidak baik

Terbagi-bagi

Tidak berketentuan

 

 

 

Berikut gambar kasus penempatan rak dan sirkulasi :

          

Keterangan :

                     Penempatan rak dan sirkulasi ruang

 

                     Sirkulasi dari arah pintu menuju ruang koleksi

 

Lokasi                  : Perpustakaan FSRD ITB Bandung, 2007

 

 

Sistem pencahayaan

Pencahayaan menjadi salah satu unsur utama dalam menciptakan suasana nyaman (comfortable) dalam ruangan. Sumber pencahayaan dapat berasal dari sumber cahaya alami (natural lighting, misal sinar matahari, sinar bulan, sinar api dan sumber dari alam) dan sumber cahaya buatan (artificial lighting, misal lampu). Sumber pencahayaan ini menimbulkan efek-efek dan memberi pengaruh sangat luas kepada pembaca perpustakaan atau penghuni ruangan tersebut. Menurut Suptandar (1999:217), terang cahaya suatu penerangan ditentukan oleh faktor-faktor :

1.      Kondisi ruang (tertutup atau bukaan)

2.      Letak penempatan lampu

3.      Jenis dan daya lampu

4.      Jenis permukaan benda-benda dalam ruang (memantulkan atau menyerap)

5.      Warna-warna dinding (gelap atau terang)

6.      Udara dalam ruang (asap rokok dan sebagainya)

7.      Pola diagram dari tiap lampu

Sumber pencahayaan dari matahari biasanya melalui atap/vide, jendela, genting kaca dan sebagainya. Cahaya dari sumber alam ini sangat baik untuk kesehatan. Sedangkan pencahayaan buatan dalam perancangan ruang dapat bersumber dari lampu atau permainan bidang kaca. Berikut contoh pemakaian lampu dalam ruang perpustakaan.

 

          

   Keterangan :

                                      : Lampu gantung mengikuti bentuk kemiringan plafon

             Lokasi        : Perpustakaan FSRD ITB Bandung, 2007

 

Pada umumnya suasana gelap dalam ruang perpustakaan kurang memberikan suasana nyaman. Suasana gelap dapat memberikan dampak sebagai berikut :

1.      rasa takut

2.      rasa tidak jelas

3.      rasa menyeramkan

Tidak semua suasana gelap dapat menimbulkan rasa ketakutan, tergantung faktor pengalaman dan kebiasaan. Terbatasnya cahaya penerangan sebuah ruang memberi persepsi menyeramkan pada ruang tersebut.

Suasana gelap dan terang ini dapat menghasilkan suatu nilai dan kesan menarik atau tidak menarik pada sebuah ruang perpustakaan. Menurut Hakim (2004:174), untuk mendapatkan cahaya terang, peletakan sumber cahaya dapat dibagi menjadi 3 bagian:

1.      Sumber cahaya di atas mata manusia

2.      Sumber cahaya setinggi mata manusia

3.      Sumber cahaya di bawah mata manusia

Sedangkan dilihat dari segi arah sumber cahaya, dapat pula dikategorikan menjadi 3 bagian :

1.      Arah cahaya tegak lurus ke bawah

2.      Arah cahaya tegak lurus ke atas

3.      Arah cahaya membentuk sudut

Cahaya yang dipantulkan oleh lampu dari arah atas kepala akan lebih baik untuk kegiatan membaca. Karena sinar dari lampu tidak menimbulkan bayangan manusia yang jatuh ke permukaan meja ketika orang sedang membaca seperti gambar di bawah ini :

 

 

 

 

Sirkulasi udara

Tidak adanya pertukaran udara, antara udara luar dengan udara di dalam ruangan dapat menyebabkan ruangan terasa pengap. Sebagai antisipasi dari kepengapan tersebut adalah digunakannya alat bantu AC (air conditioner), ventilasi atau penempatan jendela pada dinding ruang perpustakaan.

 

Ruang informasi

Ruang informasi adalah tempat pustakawan (pengelola perpustakaan) memberikan layanan informasi baik tentang buku, proses peminjaman atau pengembalian buku. Agar tidak terjadi crossing (persilangan) antara yang meminjam dengan yang mengembalikan buku, pustakawan (pengelola perpustakaan) memisahkan tempat menjadi dua bagian, seperti dalam gambar di bawah ini :

 

  Keterangan :

                                                        Tempat peminjaman dan pengembalian buku

 

                Lokasi           : Perpustakaan Fakultas Sastra UI Depok, 2006

 

Ruang baca  

Ruang baca tidak sekedar dirancang untuk mengakomodasi kebutuhan fisik dan kebutuhan visual (lihat) saja, melainkan disesuaikan dengan fungsi yang mendukung ruang tersebut. Secara fisik, semua orang membutuhkan besar ruang tertentu untuk merasa aman dan nyaman dalam membaca. Jumlah dan bentuk ruang ini bervarasi, tergantung pada luas ruang perpustakaan, aktivitas dan pengguna. Menurut Halim (2005:89), ada 4 dimensi psikologis yang ditimbul dari sebuah ruang yaitu :

1.      Kepemilikan ruang

2.      Pesonalisasi ruang

3.      Tingkat privasi ruang

4.      Kontrol atas ruang

Keempat dimensi psikologis tersebut menjadi panduan bagi pustakawan atau pengelola perpustakaan dalam mendesain ruang perpustakaan dimana mereka bekerja. Darena dalam desain, setiap orang,  baik pengunjung,  pengguna atau pengelola perpustakaan akan  lebih dapat menerima ruang dan isinya jika dirasakan ruangan itu memberi kenyamanan. Dengan demikian, sebuah perpustakaan tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan saja, melainkan sebagai tempat yang menyenangkan dan nyaman untuk membaca.  

 

 

 

 

 

 

Daftar pustaka

 

Hakim, Rustam dan Hardi Utomo, 2004. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap : Prinsip-Unsur dan Aplikasi Desain, Jakarta : Penerbit Bumi Aksara

Halim, Deddy, 2005. Psikologi Arsitektur : Pengantar Kajian Lintas Disiplin, Jakarta : Penerbit Grasindo

Laurens, Joyce Marcella, 2004. Arsitektur dan Perilaku Manusia, Jakarta : Penerbit Grasindo

Neufert, Ernst, 1993. Data Arsitek, Jilid 1 Edisi Kedua, Jakarta : Penerbit Erlangga

Suptandar, J. Pamudji, 1999. Disain Interior : Pengantar Merencana Interior Untuk Mahasiswa Disain dan Arsitektur, Jakarta : Penerbit Djambatan

 

[Wanda Listiani adalah pustakawan yang sedang belajar sebagai Mahasiswa Magister Desain ITB Bandung; Novalinda adalah arsitek, sedang belajar sebagai mahasiswa Magister Desain ITB Bandung]

No comments: